Peta Kekuatan di Enam Lumbung Suara Pemilu 2024
Peta Kekuatan di Enam Lumbung Suara Pemilu 2024 bagi pasangan Prabowo-Gibran, Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merilis data jumlah pemilik hak suara atau daftar pemilih tetap (DPT) mencapai 204.907.222 orang pada Pemilu 2024. Enam provinsi tercatat menjadi lumbung suara utama karena memiliki 59,19% jumlah pemilih nasional.
Penguasaan pada provinsi-provinsi bersuara gemuk ini bisa menjadi cara memastikan kemenangan pada Pemilu 2024.
Provinsi Jawa Barat berada pada posisi pertama dengan total 35.714.901 pemilih atau setara 17,43% pemilih nasional. Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah pada urutan berikutnya dengan catatan memiliki jumlah pemilih masing-masing 31.402.838 orang (15,32%) dan 28.289.413 orang (12,8%).
Dua provinsi Pulau Jawa lainnya, Banten dan DKI Jakarta juga memiliki jumlah pemilih tinggi. Provinsi Banten tercatat memiliki 8.842.646 pemilih (4,31%); dan DKI Jakarta sebanyak 8.252.897 pemilih (4,02%).
Sedangkan Provinsi Sumatera Utara menjadi satu-satunya wilayah di luar Pulau Jawa yang memiliki jumlah pemilih tinggi. Bahkan, wilayah ini menjadi lumbung suara keempat dengan memiliki jumlah pemilih mencapai 10.853.940 orang atau setara 5,29% nasional.
Sejumlah Sigi sempat membuat pemetaan kekuatan elektabilitas pada peserta Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Meski belum bulat, mereka masih menempatkan pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka lebih unggul di beberapa provinsi tersebut.
Tampaknya pemetaan ini selaras dengan peta kekuatan para partai politik pengusung pasangan tersebut yang memiliki basis suara dan loyalis di tiap provinsi, berdasarkan perolehan suara mereka pada dua pemilu sebelumnya, Pemilu 2014 dan 2019.
Infografis Suara di 6 Provinsi dengan Jumlah Pemilih tertinggi. (Bloomberg Technoz/Arie Pratama)
Berdasarkan data KPU, partai pengusung Prabowo-Gibran yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) unggul di 5 dari 6 provinsi yang menjadi lumbung suara. KIM sendiri adalah koalisi gemuk dengan anggota Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Gelora.
"Daerah-daerah tersebut memang basis kekuatan Prabowo," kata Pengamat Politik BRIN, Lili Romli saat dihubungi Bloomberg Technoz, Senin (4/12/2023).
KIM hanya kalah dengan Koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Jawa Tengah. Koalisi yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mohammad Mahfud MD ini berisi PDIP, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Hanura.
Sedangkan anggota Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) tercatat sama sekali tak unggul di seluruh lumbung suara tersebut. Koalisi pengusung Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar ini terdiri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasdem, dan Partai Ummat.
Berdasarkan data KPU, KIM menguasai 51,27% suara di Jawa Barat; 48,98% suara di Banten; 47,28% suara di Sumatra Utara; 44,06% suara di DKI Jakarta; dan 36,42% suara di Jawa Timur.
Di Jawa Tengah, gabungan suara partai KIM pada Pemilu 2019 hanya kalah tipis dari partai koalisi PDIP. Mereka mengantongi 34,98% suara; sedangkan PDIP cs meraih 35,93%.
Sedangkan KPP selalu berada di posisi paling bawah dengan rata-rata perolehan suara sebesar 24-30%. PKB cs hanya berhasil berada di posisi kedua pada perolehan suara di Jawa Timur. Mereka mencatat raihan 34,62% atau lebih tinggi dari koalisi PDIP yang hanya memiliki 26,12% suara pada Pemilu 2019.
Peta suara partai koalisi Capres Cawapres berdasarkan hasil Pemilu 2019. (Bloomberg Technoz/Arie Pratama)
Menurut Lili, provinsi Jawa Timur memang akan menjadi medan pertempuran atau battleground sengit tiga pasangan calon. Ketiganya sama-sama memiliki tokoh Nahdlatul Ulama yang bisa menggaet dan memecah suara Nahdliyin di wilayah tersebut.
Dia pun menilai, PKB akan bekerja keras untuk memastikan seluruh suara NU masuk ke pasangan Amin. PKB dan Muhaimin diprediksi akan mengerahkan seluruh strategi dan mati-matian mengusai lumbung suara kedua tersebut.
"Ini pertaruhan bagi Muhaimin dan PKB," kata dia.
Hal berbeda, menurut dia, akan terjadi di wilayah Jawa Tengah yang menjadi basis suara PDIP. Dia menilai, partai berlogo Banteng Hitam tersebut memiliki pendukung loyal dan militan.
Suara PDIP diperkirakan tak akan tergerus secara signifikan meski Jokowi mendukung Prabowo-Gibran. Meski demikian, seperti PKB di Jawa Timur, PDIP diprediksi akan berjuang mati-matian untuk unggul jauh di Jawa Tengah.
"Tentu mereka tidak mau kalah di kandang sendiri," ujar Lili.
Meski disebut unggul, dia mewanti-wanti KIM dan Prabowo soal suara di Jawa Barat.
Lili mengatakan suara KIM dan Prabowo berpotensi tergerus sentimen negatif dari Putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia pada Pemilu 2024 yang menjadi cara bagi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran, untuk maju menjadi cawapres.
Selain itu, pendukung Prabowo di tanah Pasundan ini didominasi kelompok Islam yang tak suka pada sosok Jokowi. Keberadaan Gibran dan keberpihakan Jokowi pada Prabowo akan membuat para pemilih tersebut hengkang.
"Para pemilih ini saya kira bisa berubah dan pilihannya kemungkinan jatuh pada pasangan Amin," ujar dia.
Peta kekuatan suara partai koalisi capres cawapres berdasarkan Pemilu 2019. (Bloomberg Technoz/Arie Pratama)
Anies, kata Lili, juga akan berusaha agar suara dan elektabilitasnya di DKI Jakarta tetap tinggi. Dia kemungkinan akan memastikan provinsi tersebut menjadi salah satu wilayah kemenangan Amin pada pemilu 2024.
Hal ini juga nampak dari keputusan Anies melakukan kick-off kampanyenya dengan berkunjung ke Tanah Merah, Koja, Jakarta Utara. Wilayah yang kerap digadang sebagai prestasinya saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pada saat itu, dia berhasil menerbitkan IMB sementara bagi warga yang tinggal di atas lahan sengketa milik BUMN tersebut.
Selain Jakarta, menurut Lili, Anies akan berfokus pada wilayah yang memiliki karakter islam yang kuat. "Di daerah ini cenderung akan memilih presiden yang kuat Islamnya," ujar dia.
Potensi perolehan suara calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024 di enam lumbung suara.
Naik Turun Suara di DKI Jakarta
PDIP tercatat sebagai partai yang meraih suara terbanyak pada Pemilu 2014 dan 2019 di wilayah DKI Jakarta.
Pada Pemilu 2014, Partai berlambang kepala banteng tersebut mengantongi 1.410.173 suara atau setara 28,83% dari total saat itu sebesar 4.891.034 suara. Kemenangan besar PDIP ini dapat diduga sebagai efek domino dari kemenangannya bersama Partai Gerindra dalam mengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada 2012.
Sedangkan pada Pemilu 2019, dukungan pada PDIP turun menjadi 24,42% atau sebanyak 1.625.042 suara dari total 6.650.289 suara. Akan tetapi anak buah Megawati Soekarnoputri tetap menjadi juara di Ibu Kota. Mereka dibayangi PKS dan Gerindra yang berhasil meloloskan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno pada Pilkada 2017.
Anies Baswedan (Dok. Pemprov DKI)
Jika melihat komposisi koalisi pada Pemilu 2024, suara koalisi PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud MD memang sangat digdaya pada Pemilu 2014. Gabungan suara PDIP, PPP, dan Hanura saja sudah mencapai 44,87% atau setara 2.194.777 suara. Sedangkan KIM yang mengusung Prabowo-Gibran di posisi kedua dengan 33,95% dan KPP yang mengusung Anies-Muhaimin dengan 20,62%.
Posisi sangat berbeda jika melihat peta suara berdasarkan Pemilu 2019. KIM yang dimotori Gerindra menguasai 44,06% atau 2.930.229 suara. Popularitas Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta juga mendongkrak suara PKS sehingga KPP tercatat menguasai 26,4% suara. Sedangkan koalisi PDIP hanya unggul tipis dengan mengumpulkan 27,15% suara.
Capaian PDIP ini pun masih terancam seiring kabar berpindahnya dukung Jokowi ke kubu Prabowo. Suara partai berlambang banteng hitam ini bisa saja merosot di wilayah yang saat ini dipimpin Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebagai penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, KPP bisa juga mendulang lebih banyak suara karena Anies sangat intens berkampanye di bekas wilayah kepemimpinannya tersebut.
Presiden Jokowi, Presiden FIFA Gianni Infantino, dan Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada peresmian kantor FIFA di Jakarta (Humas Setkab/Agung)
Hal ini dibenarkan juru bicara Tim Nasional (Timnas) Amin, Angga Putra Fidrian yang menilai kinerja Anies sebagai Gubernur pada 2017-2022 akan berdampak signifikan pada perolehan suara Pemilu 2024 di DKI Jakarta. Menurut dia, Anies saja sudah mampu menguasai 52% suara warga ibu kota pada saat Pilkada 2017. Sedangkan, pada akhir masa jabatan, tingkat kepuasan terhadap kinerja Anies mencapai 80%.
Menurut Angga, Anies-Muhaimin seharusnya bisa mengantongi 60-70% suara di DKI Jakarta. Akan tetapi, angka tersebut bisa lebih rendah karena sejumlah hal masih bisa terjadi dalam dinamika politik jelang pemungutan suara.
"Tentunya kita mengantisipasi berbagai macam hal. Tapi kami yakin 52% pemilih [di DKI Jakarta] akan memilih lagi," ujar dia.
Jawa Barat, Lumbung Suara Terbanyak Pemilu
Penghitungan suara di Provinsi Jawa Barat selalu menjadi perhatian pada saat Pemilu. Perolehan suara di tanah pasundan ini kerap dijadikan barometer untuk melihat siapa capres dan cawapres yang akan memenangkan pemungutan suara secara nasional. Alasannya, provinsi dengan jumlah pemilik hak suara tertinggi ini memang menjadi lumbung suara kontestasi politik nasional.
Berdasarkan data KPU, total pemilih di Jawa Barat yang menggunakan suaranya pada Pemilu 2014 mencapai 21.190.627 orang atau setara 16,95% suara nasional. Angka ini meningkat menjadi 24.417.196 orang atau 17,44% suara nasional pada Pemilu 2019.
Jawa Barat tercatat akan kembali menjadi lumbung suara terbesar pada Pemilu 2024. Berdasarkan data KPU, total pemilik suara pada provinsi Jawa Barat mencapai 35.714.901 orang atau sekitar 17,43% total pemilih pada Pemilu 2024. Bahkan, jika merujuk pada angka partisipasi Pemilu sebesar 75-80%, setidaknya akan ada 28,57 juta suara di provinsi tersebut tahun depan.
Berdasarkan dua pemilu terakhir, bagaimana peta suara koalisi partai pengusung capres dan cawapres pada Pemilu 2024 di Jawa Barat?
Ridwan Kamil (Dok. Pemprov Jawa Barat)
KIM yang berisi Partai Gerindra dan Partai Golkar tercatat sangat menguasai wilayah Jawa Barat. Dua partai ini menjadi motor utama penggalangan suara di tanah pasundan. Mereka pun berpotensi menambah pundi-pundi suara usai menunjuk kader Partai Golkar dan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai komandan juru kampanye.
Akumulasi suara Gerindra cs tercatat unggul jauh dari para pesaingnya. Mereka menguasai 45,35% suara Jawa Barat pada Pemilu 2014. Bahkan, mereka memperoleh lebih dari separuh suara yaitu 51,27% suara pada Pemilu 2019.
Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Imannuel Ebenezer membenarkan provinsi Jawa Barat adalah salah satu basis suara Prabowo Subianto. Namun, dia menampik anggapan sejumlah pengamat yang menyebutkan suara Prabowo di Jawa Barat didominasi kelompok Islam dan kelompok anti Jokowi.
Dia menilai keberadaan Gibran sebagai pendamping Prabowo tak akan membuat loyalis Gerindra cs di Jawa Barat berpindah dukungan pada Pemilu 2024. Dia pun memastikan, TKN memberikan perhatian khusus untuk menjaga dan menambah pemilih Prabowo di tanah Pasundan.
"Yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana mengatur agar kantong-kantong suara di mana Prabowo menang terjaga," ujar Ebenezer. "Dan bisa membuat yakin suara-suara di mana Prabowo pernah kalah."
KPP juga berpotensi menambah dukungan dengan memanfaatkan perkembangan suara PKS yang meningkat nyaris dua kali lipat pada dua pemilu terakhir. Total suara PKS, PKB, dan Partai Nasdem pun berapa pada posisi kedua dengan menguasai 26,2% suara di Jawa Barat.
Sedangkan koalisi PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud MD tercatat terus mengalami penurunan suara di Jawa Barat. Pada Pemilu 2019, mereka bahkan berada pada posisi buncit dengan 19,19% suara.
Sebenarnya, PDIP sendiri tercatat memiliki suara yang cukup tinggi di wilayah Jawa Barat. Pada Pemilu 2014, mereka berhasil menjadi juara dengan mengantongi 4.159.411 suara atau sekitar 19,62%. Dukungan kepada PDIP memang turun hingga hanya menguasai 14,37% atau 3.510.525 suara pada Pemilu 2019.
Tak hanya PDIP, tiga rekan koalisinya juga tak memiliki catatan baik di Jawa Barat. PPP mengalami penurunan suara hingga 30% dan Partai Hanura turun hingga 70% pada Pemilu 2019. Sebagai peserta baru, perolehan suara Partai Perindo juga tak signifikan di Tanah Pasundan.
Istri Ganjar Pranowo, Siti Atiqoh Supriyanti (Tangkapan Layar Instagram @atikoh.s)
Meski minim dukungan di lumbung suara utama, Ganjar-Mahfud MD justru belum banyak melakukan kampanye dan kunjungan ke wilayah Jawa Barat. Pada awal masa kampanye Ganjar justru berangkat ke sisi timur di Papua; sedangkan Mahfud ke ujung barat yaitu Aceh.
Meski demikian, juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim memastikan pasangan nomor urut 3 tersebut akan berkampanye pada sejumlah lokasi di Jawa Barat. Mereka memastikan koalisi PDIP tak menyerah dalam perebutan suara di Bumi Pasundan. Meski enggan detil, rangkaian kegiatan tersebut akan berlangsung secara intens selama masa kampanye hingga 10 Februari 2024.
Bahkan, sebelum Ganjar-Mahfud MD, pengumpulan suara sudah diinisiasi Siti Atiqoh Supriyanti (istri Ganjar) sejak awal masa kampanye. "Bu Atiqoh nih memulai safari politiknya membantu kampanye di Jabar," kata Chico Hakim.
Perebutan Suara Nahdliyin di Jawa Timur
Setelah Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur menjadi lumbung suara dengan jumlah pemilih terbanyak kedua. Berdasarkan data KPU, ada 31.402.838 orang pemilih potensial di wilayah ini. Dengan merujuk pada tingkat partisipasi 80%, setidaknya ada 25,12 warga Jawa Timur yang kemungkinan akan menggunakan hak suara pada Pemilu 2024.
Hal ini juga yang menjadi alasan koalisi capres-cawapres kerap menggandeng tokoh masyarakat di Jawa Timur yang sebagian besar berasal dari Nahdatul Ulama atau NU. Keberadaan para tokoh ini diharapkan dapat mendorong Nahdliyin atau warga NU memilih calon yang sama.
Keberadaan mayoritas pemilih berlatar NU, Provinsi Jawa Timur memang menjadi lumbung suara potensial bagi Partai Kebangkitan Bangsa. Berdasarkan data KPU, PKB memang selalu menjadi partai top 2 dalam perolehan suara di Jawa Timur pada dua pemilu terakhir. Mereka hanya kalah tipis dari PDIP yang duduk di posisi pertama. PKB tercatat menguasai 17,67% atau 3.533.902 suara dari total 19.992.320 suara pada Pemilu 2014. Dukungan terhadap partai ini meningkat menjadi 19,86% dengan 4.198.551 suara pada Pemilu 2019.
Dengan mengandaikan suara PKB utuh, peta suara pada dua pemilu terakhir menggambarkan pertarungan sengit akan terjadi antara koalisi Prabowo-Gibran dengan Anies-Muhaimin di Jawa Timur. KIM tercatat menguasai 36,42% suara; unggul tipis dari KPP yang mengantongi 34,62% suara Jawa Timur pada Pemilu 2019. Sedangkan Koalisi PDIP hanya memiliki 26,12% suara.
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid saat acara ‘Women on The Move' di Jakarta, Rabu (21/6/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Namun, perkembangan dinamika politik menunjukkan perubahan pilihan politik Nahdliyin di Jawa Timur. NU sudah tak lagi semata atau identik dengan Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB. Banyak tokoh NU yang memiliki pilihan politik di luar keputusan koalisi dan calon yang diusung partai berlambang peta Indonesia dengan 9 bintang tersebut.
Salah satu tokoh NU, Yenny Wahid sendiri kerap mendorong Nahdliyin untuk tetap memilih PKB sebagai perwakilan di DPR. Akan tetapi, soal sosok capres dan cawapres, dia mengatakan, tak perlu sama dengan pilihan PKB. Hal ini sekaligus menggambarkan suara NU kepada PKB tak serta merta berarti dukungan kepada Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024.
Yenny Wahid sendiri menjadi tim pemenangan nasional koalisi PDIP yang mengusung Ganjar-Mahfud MD. Meski koalisinya diperingkat bontot di Jawa Timur, PDIP bisa menjadi kuda hitam dengan keberadaan sejumlah tokoh NU pada koalisinya. Cawapres Mahfud MD sendiri adalah tokoh gusdurian Jawa Timur, khususnya Madura, yang juga berpotensi mendapat dukungan sejumlah nahdliyin.
Bahkan, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU, Said Aqil Siroj sudah mengisyaratkan dukungannya kepada Ganjar dan Mahfud. Salah satu tokoh Islam berpengaruh tersebut bisa saja menjadi magnet dukungan kepada PDIP di Jawa Timur dan wilayah lainnya, terutama Pulau Jawa.
Chico Hakim dari TPN Ganjar-Mahfud pun menilai, keberadaan PKB dan Muhaimin tak akan memberi efek besar kepada perolehan suara Anies di Jawa Timur. Mereka optimis Nahdliyin justru akan mendukung Ganjar berkat keberadaan Mahfud MD, Yenny Wahid dan Tri Rismaharini atau Risma pada tim pemenangan.
"Dalam waktu dekat akan diplot untuk menggaet suara di Jawa Timur," kata dia.
Di sisi lain, KIM juga menggandeng sejumlah tokoh Jawa Timur untuk mengamankan suara. Mereka kabarnya akan didukung Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa yang juga tokoh NU. Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki basis kuat di beberapa wilayah Jawa Timur pun berjanji akan 'turun gunung'.
Prabowo Subianto dan Khofifah Indar Parawansa di Malang (Sumber: Dok. Prabowo)
Wakil Komandan TKN, Imannuel Ebenezer membenarkan Prabowo-Gibran akan menggunakan dukungan sejumlah tokoh dan ulama NU untuk mendulang suara di Jawa Timur. Koalisi tersebut pun telah menggandeng Khofifah, beberapa ulama NU, dan tokoh masyarakat.
Saat ini, TKN Prabowo-Gibran pun tengah mempersolid kekuatan suara yang diperoleh koalisi pada pemilu sebelumnya. "Karena kami punya basis, punya kantong-kantong yang dulu bersama kita. Sekarang kita berusaha untuk meyakinkan mereka lagi," ujar dia.
Jika sesuai dengan hasil sigi dan pendapat pengamat politik, suara PKB kemungkinan akan tergerus ke dua lawannya. Suara koalisi PDIP berpotensi meningkat dengan keberadaan Yenny, Mahfud, dan Risma. Sedangkan KIM bisa mengokohkan penguasaan suaranya dengan bantuan Khofifah dan SBY. Selain itu, Presiden Jokowi yang kabarnya mendukung pasangan nomor urut 2, bisa mendorong loyalisnya di Jawa Timur untuk memberikan suara bagi putra sulungnya.
"Kami percaya PKB dan cak Imin bisa menarik suara kiyai, NU, santri di Jawa Timur dan Jawa Tengah," kata juru bicara Timnas Amin, Angga Putra Fidrian. "Dengan segala cara, dengan segala strategi media yang mereka punya."
Pembuktian PDIP atas Jokowi Effect di Jawa Tengah
Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai salah satu basis suara bagi PDI Perjuangan. Dalam dua pemilu terakhir, partai berlogo banteng hitam ini menguasai suara terbanyak dengan selisih sangat jauh dengan partai-partai lain.
Berdasarkan data KPU, PDIP memperoleh dukungan hingga 24,4% atau 4.295.605 suara dari total pemilih Jawa Tengah pada Pemilu 2014 sebesar 17.603.459 orang. Mereka mengalami lonjakan menjadi penguasa 29,56% suara di Jawa Tengah atau setara 5.769.664 suara dari 19.518.014 pemilih pada Pemilu 2019.
Pada Pemilu 2024, KPU mencatat total pemilih di Jawa Tengah mencapai 28.289.413 orang atau setara 12,8% suara nasional. Apakah, PDIP bisa mempertahankan atau menambah jumlah dukungan di markasnya tersebut?
Presiden Jokowi bersama Ketua Umum PSIP Megawati Soekarnoputri dan capres Ganjar Pranowo (Bloomberg Technoz/Pramesti Regita)
Meski tak dominan, sejumlah pengamat dan data sigi menyebutkan kemenangan PDIP di Jawa Tengah pada Pemilu 2014 dan 2019 dipengaruhi elektabilitas Jokowi. Mantan Wali Kota Solo tersebut dianggap turut menambah kepercayaan warga Jawa Tengah terhadap PDIP.
Akan tetapi, PDIP dan Jokowi justru dikabarkan pecah kongsi usai Mahkamah Konstitusi memberi jalan bagi putra sulung presiden, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres nomor urut 2.
Gibran dan adik iparnya, Bobby Nasution sebagai kader PDIP juga menolak menjadi juru kampanye bagi Ganjar-Mahfud MD. Keduanya justru getol berkampanye untuk Prabowo meski tak jua mengundurkan diri dari keanggotaan di PDIP.
Hasil suara di Jawa Tengah pada Pemilu 2024 akan menjadi ajang bagi PDIP dengan menunjukkan keotentikan kekuatannya di wilayah tersebut dengan meraih suara tinggi saat berhadapan dengan Gibran. Jika sebaliknya, Jokowi justru yang bisa membuktikan dirinya cukup kuat di markas PDIP.
Juru bicara TPN Ganjar-Mahfud MD, Chico Hakim justru menilai janggal prediksi pasangan nomor urut 3 tersebut akan kalah di Jawa Tengah. Menurut dia, Prabowo-Gibran bukanlah representasi dari keberlanjutan pemerintahan Jokowi. Ganjar justru adalah sosok Jokowi 3.0 atau Jokowi pada periode ketiga.
Chico mengatakan, PDIP dan Ganjar secara gamblang memiliki visi misi yang selaras dengan Jokowi. PDIP juga menjadi partai yang mampu memahami dan melanjutkan sejumlah program prioritas Jokowi pada lima tahun mendatang.
Toh, kata dia, para loyalis PDIP di wilayah tersebut tak melihat Gibran sebagai Jokowi yang baru. "Gibran sendiri kan juga bukan Jokowi ya," ujar Chico.
Mantan Kepala Basarnas Muhammad Syaugi (ketiga kiri) dipilih jadi kapten Timnas AMIN. (Tangkapan Layar Instagram @cakiminow)
Berdasarkan data Pemilu 2014 dan 2019, meski menguasai Jawa Tengah, kekuatan koalisi Ganjar-Mahfud MD ternyata tak dominan. Jumlah suara yang dikumpulkan partai dari koalisi PDIP hanya meningkat tipis dari 35,1% menjadi 35,93% pada dua kontestasi politik tersebut.
Tanpa Jokowi Effect, akumulasi suara partai anggota KIM ternyata sudah mampu bersaing tipis dengan memperolah 39,47% suara pada Pemilu 2014 dan 34,98% suara pada Pemilu 2019. Artinya, kekuatan suara koalisi ini akan bertambah dan berpotensi melampaui koalisi PDIP jika loyalis Jokowi di Jawa Tengah memutuskan mendukung Gibran.
Selain Gibran, juru bicara Timnas Amin, Angga Putra Fidrian juga mengklaim partai koalisi pengusung Anies-Muhaimin berpotensi menggerus suara PDIP di Jawa Tengah. Dia menolak anggapan KPP tak punya kekuatan besar di markas PDIP tersebut.
Menurut dia, KPP juga diisi sejumlah tokoh yang punya basis pendukung kuat di Jawa Tengah. Para tokoh ini dipercaya mampu memboyong para loyalisnya untuk memilih dan mendukung Anies-Muhaimin pada Pemilu 2024.
"Tidak boleh dilupa ada pak Sudirman Said dan ibu Ida Fauziah yang pada Pilgub Jateng sempat dapat sekitar 42% suara," kata Angga. "Jadi paling tidak, kita dapet senilai suara keduanya. Itu saja mungkin sudah cukup ya."
Duet Gerindra-Golkar vs PDIP di Banten dan Sumatera Utara
Partai Gerindra dan Golkar memang bukan peraih suara terbanyak di Banten dan Sumatera pada dua pemilu terakhir. PDIP tetap tercatat sebagai pemuncak dengan memperoleh 914.719 suara (15,67%) di Banten dan 1.404.548 suara (20,8%) di Sumatra Utara pada Pemilu 2019.
Akan tetapi, akumulasi suara Gerindra-Golkar sebagai peraih suara kedua dan ketiga sudah cukup menumbangkan suara PDIP. Bahkan, tambahan suara dari partai pengusung Prabowo-Gibran lainnya bisa menggambarkan kekuatan koalisi tersebut di dua lumbung suara pemilu lainnya yaitu Banten dan Sumatra Utara.
Berdasarkan rekapitulasi suara KPU, KIM menguasai 46,11% suara Pemilu 2014 dan 48,98% suara Pemilu 2019 di Banten. Koalisi ini juga unggul jauh dengan catatan 51,93% suara Pemilu 2014 dan 47,28% suara Pemilu 2019 di Sumatra Utara.
Bobby Nasution (Tangakapan Layar via Instagram @bobbynst)
Meski diisi PDIP sebagai peraih suara terbanyak, koalisi Ganjar-Mahfud masih kalah jauh dari catatan suara KIM dan hanya menang tipis dengan KPP. Akumulasi suara partai anggota koalisi PDIP hanya mampu menguasai 25,23% suara dan unggul tipis dari KPP yang mengantongi 24,57% suara di Banten. Demikian pula di Sumatra Utara, koalisi tersebut hanya bisa mengumpulkan 25,56% atau selisih tipis dengan KPP yang memperoleh 25,30% suara pada Pemilu 2019.
Hasil ini selaras dengan capaian Gerindra dan Golkar yang bisa memenangkan sebagian besar pilkada di Sumatra Utara dan Banten. Kader PDIP tumbang melawan Golkar dan Gerindra di Pilkada tingkat provinsi. PDIP memang menang di beberapa pilkada tingkat kota dan kabupaten, namun itu pun berkat menjalin koalisi dengan Gerindra dan Golkar.
Pada Pemilu 2024, Golkar dan Gerindra pun menurunkan kadernya yang pernah menang dalam pilkada untuk menjadi juru kampanye Prabowo-Gibran, termasuk mantan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany. Di Kota Medan, menantu Jokowi dan juga kader PDIP, Bobby Nasution menolak jadi juru kampanye Ganjar-Mahfud MD. Dia justru mengumpulkan pengusaha dan berkampanye untuk kakak iparnya Gibran.
Juru kampanye Partai Golkar dan Mantan Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany. (Dok.Golkar)
Juru bicara TPN, Chico Hakim membantah PDIP dan anggota koalisinya lemah di Sumatra Utara dan Banten. Dia bahkan menyebut Sumatra Utara sebagai salah satu basis PDIP seperti Bali dan Jawa Tengah. Selain itu, Ganjar-Mahfud MD pun menaruh fokus pada dua provinsi tersebut selama masa kampanye Pemilu 2024.
Selain enam provinsi dengan jumlah pemilih tinggi, koalisi PDIP juga menargetkan wilayah dan provinsi lain. Hal ini juga yang menjadi alasan Ganjar memulai kampanyenya di sisi Timur yaitu Papua dan NTT. Bahkan, Mahfud MD juga datang ke provinsi dengan jumlah pemilih PDIP minim seperti Aceh dan Sumatera Barat.
"Sambutan masyarakat juga positif. Tinggal kami perkuat ke depan," kata dia.
Senada, juru bicara TKN Prabowo-Gibran, Imannuel Ebenezer juga memastikan akan berupaya untuk meraup suara di seluruh provinsi Indonesia. Pada saat ini, TKN bersama Prabowo-Gibran tengah berupaya memastikan kemenangan pada Pemilu 2024 bisa dicapai dalam satu putaran.
"Kita minimal harus menguasai 22 provinsi," ujar dia.
Juru bicara Timnas Amin, Angga Putra Fidrian menilai perolehan suara anggota KPP pada Pemilu 2019 akan berbeda dengan Pilpres 2024. Menurut dia, Anies menjadi kunci dari seluruh tambahan suara bagi koalisi tersebut.
Saat ini, kata dia, banyak pendukung Anies yang berasal dari berbagai partai politik. Termasuk dari luar KPP. "Kami percaya pak Anies punya pendukungnya sendiri, basis pendukungnya sendiri yg tdk berkaitan dengan partai mana pun," kata Angga.