Bloomberg Technoz

Menguji Racikan Para Capres Angkat Ekonomi RI, Siapa Paling Pede?

Lonjakan Utang

Namun yang jelas, mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi seperti harapan para calon pemimpin 2024 bukan tugas mudah. Pemerintah harus bekerja keras dan memastikan kebijakan fiskal harus searah dengan tujuan menumbuhkan ekonomi lebih tinggi.

"Jadi untuk mencapai pertumbuhan 6% hingga 7% ini tentunya memerlukan kombinasi kebijakan fiskal. Indonesia tidak bisa memiliki pertumbuhan yang tinggi tapi dengan defisit yang juga tinggi.

"Ini tidak akan berkelanjutan. Mungkin baik-baik saja dalam jangka pendek, tetapi tidak baik dalam jangka menengah," tegas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam kuliah umum di Australia National University, yang dikutip Kamis (14/12/2023).

Ya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) boleh dibilang baru saja pulih dari luka dalam akibat pandemi Covid-19. Pada 2020, defisit APBN mencapai 6,14% PDB dan pada 2021 adalah 4,57% PDB.

Baru pada 2022 defisit APBN bisa ditekan ke 2,38% PDB dan kembali seperti amanat UU Keuangan Negara, yaitu maksimal 3% PDB. Tahun ini hingga akhir November, defisit APBN masih sangat rendah yaitu 0,17% PDB.

Demi mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi, memang ada kekhawatiran defisit fiskal bakal membengkak. Sebab, pemerintah harus membiayai tambahan belanja dan kala sumber penerimaan negara masih terbatas maka mau tidak mau harus berutang.

Utang belakangan ini memiliki komplikasi yang tidak enteng. Tren suku bunga tinggi masih berlangsung, di mana idiom higher for longer menjadi kenormalan baru di pasar keuangan global.

Di Amerika Serikat (AS), imbal hasil atau yield surat utang tenor 10 tahun belum lama ini sempat menyentuh 5%. Ini belum pernah terjadi sejak 2007.

Ini kemudian berdampak ke Indonesia. Yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun pernah hampir mencapai 7,3%, tertinggi sejak Oktober tahun lalu.

Saat suku bunga global bertahan di level tinggi (ingat, higher for longer), maka biaya utang juga akan tetap mahal. Padahal saat ini saja anggaran untuk membayar bunga utang terus meningkat.

Dalam APBN 2024, anggaran untuk membayar bunga utang sudah hampir mencapai Rp 500 triliun.

Sumber: Kemenkeu

Mengutip riset Dana Moneter Internasional (IMF) yang berjudul Economic Growth After Debt Surges, hubungan peningkatan utang dan pertumbuhan ekonomi sebagian besar memang negatif. Biasanya, peningkatan utang baik oleh pemerintah maupun swasta akan diikuti oleh penurunan belanja negara dan investasi swasta.

"Perusahaan dan pemerintah mengurangi investasi akibat kondisi yang ketat. Lonjakan utang pemerintah juga berdampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga, karena kemungkinan besar akan ada kenaikan tarif pajak. Rumah tangga akan mengerem konsumsi karena khawatir dengan kenaikan tarif pajak ini," ungkap riset tersebut.