Sellita, S.Sos, M.A merupakan pengajar pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Jayabaya, Jakarta. |
Beberapa tahun belakangan ini, terdapat perubahan arah tatanan dunia dengan the rise of China sebagai negara super power yang dapat meyeimbangi bahkan melampaui Amerika Serikat (AS). Di tengah persaingan antar kedua negara yang kian panas, dunia baru-baru ini dikejutkan dengan bocornya memo internal Angkatan Udara AS tentang kemungkinan perang Amerika dengan China.
Memo tersebut berasal dari Jenderal Angkatan Udara AS Mike Minihan. Isi dari memo dinas tersebut adalah permintaan Minihan agar bawahannya menyiapkan ‘segala sesuatunya’ untuk berperang dengan China pada tahun 2025 mendatang.
Jelang Momentum 2024 di Dunia
Menurut Minihan, momentum yang tepat dalam dua tahun mendatang adalah Pemilu AS di 2024 dan Pemilu Taiwan di 2024. Pesta demokrasi ini adalah kesempatan bagi Beijing untuk menemukan celah untuk mengambil alih Taiwan. Bukan tidak mungkin momentum ini kemudian menimbulkan gesekan yang dapat membuat China dan AS berhadap-hadapan.
Sebelumnya, Jenderal Phil Davidson yang merupakan mantan panglima Indo-Pacific Command telah mengatakan di depan kongres AS kemungkinan China menyerang Taiwan habis-habisan pada 2027 mendatang, dua tahun lebih lambat dari apa yang tertulis di memo Minihan.
Menurut pejabat pertahanan AS, pandangan dari Minihan bukan merupakan suatu sudut yang datang dari pemerintah, melainkan militer dan merupakan tugasnya untuk menyiapkan perang.
Kedekatan AS dan Taiwan pun terus bikin gerah China. Tak heran bahwa merebut Taiwan dengan paksa adalah tujuan utama modernisasi militer China, dengan Tentara Pembebasan Rakyat telah meningkatkan unjuk kekuatan dalam beberapa bulan terakhir.
Posisi Strategis Indonesia
Pernyataan realis dari pimpinan perang Amerika merupakan pengingat bagi para elit di Indonesia saat ini dan pekerjaan rumah yang besar bagi pemimpin republik ini ke depannya.
Jika dilihat dari posisi geografis, Indonesia sendiri amat strategis. Hal ini dikarenakan China bergantung dengan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) untuk memasok kebutuhan energi terutama minyak. Pemimpin di Indonesia harus dapat mengambil langkah cepat dan tepat dalam momentum ini agar tetap bisa mempertahankan sikap nonblok.
Letak geografis Indonesia juga dilintasi Angkatan Laut AS yang saat ini ada di Timur Tengah untuk bergerak ke arah Laut Natuna Utara. Kegiatan militer AS yang membutuhkan akses ke Australia membutuhkan izin melintas ke wilayah laut dan udara Indonesia.
Hitung-hitungan langkah politik luar negeri Indonesia dalam hal ini sangat penting
Jika Indonesia berikan izin bagi pasukan AS untuk melintas, Indonesia akan dianggap berpihak pada AS. Sebaliknya, jika Indonesia tidak berikan izin bagi pasukan AS melintas, Indonesia akan dianggap berpihak pada China. Posisi ini akan menjadi tekanan bagi pemerintah nantinya..
Pertimbangan sikap yang harus di ambil Indonesia adalah tetap berpegang teguh kepada politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Pemimpin Indonesia setelah Presiden Joko Widodo harus dapat untuk mengambil langkah strategis yang cepat dan tepat dalam momentum ini.
Di tengah kondisi ini, Indonesia membutuhkan figur yang memiliki pengaruh di dunia dan wawasan lingkungan strategis dan pertahanan yang mumpuni agar negara ini tidak tersandung keputusan yang tidak tepat.
Terkait hubungan bilateral dengan China, Indonesia perlu terus mendorong kerja sama ekonomi yang menguntungkan.. Sejatinya sejak 2013 Presiden China Xi Jinping telah berkomitmen untuk terbuka dan bekerjasama dengan negara-negara di Asia melalui kebijakan one belt one road (OBOR). Di sisi lain, pemimpin Indonesia juga harus dapat memanfaatkan momentum untuk melakukan diplomasi dengan AS dengan mendorong penguatan kerja sama ekonomi Indo- Pasifik.
Pemilu 2024 di Indonesia
Dengan strategisnya Indonesia dalam hal ini, para pengamat militer dan intelijen dunia saat ini menanti dan memperhatikan arah kebijakan politik luar negeri beberapa politikus Indonesia yang digadang sebagai calon presiden, seperti Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.
Sebab, apabila presiden Indonesia nantinya tak memiliki modal dalam politik luar negeri atau kurang jeli memandang apa yang terjadi di dunia, Indonesia bisa terseret dalam konflik dan masa depan Indonesia bisa hancur begitu saja.
Presiden Indonesia setelah Jokowi dibebani jalan panjang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di politik dunia, bukan hanya di dalam negeri karena apapun yang terjadi di dunia berimbas juga ke dalam negeri.
Hal ini perlu menjadi narasi yang dieksplorasi jelang 2024 nanti oleh para calon presiden dan calon pemilih mereka.
Opini ini tidak mencerminkan pendapat Bloomberg Technoz, PT Berita Mediatama atau Bloomberg LP dan pemiliknya. |
(sel/bbn)