Logo Bloomberg Technoz

Pelajar SMA Jadi Jembatan Literasi bagi Anak Pengungsi di Jakarta


(Dok. Yayasan HELP)
(Dok. Yayasan HELP)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Termotivasi dan terinspirasi akan kecintaan terhadap sejarah dan kebijakan internasional, serta terdorong oleh rasa empati yang mendalam terhadap komunitas pengungsi, Tobias Budiman, seorang siswa SMA kelas 11, berinisiatif untuk membangun perpustakaan bagi anak-anak pengungsi di Jakarta. Bekerja sama dengan Yayasan HELP, sebuah pusat pembelajaran pengungsi, inisiasi Tobias bertujuan untuk memberikan ruang pendidikan bagi anak-anak pengungsi yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal.

“Saya memang selalu tertarik dengan sejarah dan kebijakan internasional, terutama topik tentang perang dan dampaknya bagi orang-orang,” kata Tobias. “Setelah terpapar banyak pembahasan terkait komunitas pengungsi di Indonesia selama tiga tahun terakhir, memicu keinginan untuk membantu mereka dalam bidang pendidikan, terutama bagi anak-anak yang telah kehilangan banyak hal.” Setelah menabung gajinya dari tiga pekerjaannya pada saat libur sekolah, Tobias memutuskan bahwa penggunaan terbaik adalah membantu membangun perpustakaan di ruang pendidikan melalui Yayasan HELP.

Inisiatif Tobias menyoroti peran penting pendidikan dalam memberdayakan para pengungsi. Banyak anak pengungsi tidak memiliki akses pendidikan formal, yang bisa menghambat prospek masa depan mereka. Setelah sebelumnya pernah menjadi mentor di komunitas terkait, Tobias ingin berbuat lebih banyak. Dengan menyediakan mereka buku-buku yang berkualitas, ia berharap dapat menumbuhkan kecintaan belajar dan membekali diri dengan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk membangun masa depan yang lebih cerah dan lebih baik.

Yayasan HELP, yang didirikan oleh pengungsi untuk pengungsi, berupaya menyediakan ruang belajar dan berkembang di tengah tantangan yang dihadapi oleh komunitas pengungsi. “Kami berterima kasih atas inisiatif Tobias,” kata Zaki Azimi, Direktur dan Kepala Sekolah Yayasan HELP. “Pendidikan adalah salah satu tantangan terbesar yang dihadapi anak-anak pengungsi. Buku-buku ini tidak hanya akan memberi mereka pengetahuan tetapi juga harapan dan peluang masa depan.”

Buku-buku yang disumbangkan disesuaikan dengan kurikulum masing-masing kelas di Yayasan HELP dan akan ditempatkan di setiap ruang kelas dalam set perpustakaan kecil, untuk memastikan para siswa memenuhi kebutuhan pendidikan dasar. “Anak-anak ini telah tinggal di kamp pengungsi tanpa akses pendidikan. Di HELP, kami berusaha semaksimal mungkin untuk memfasilitasi kesempatan pendidikan dasar sehingga mereka setidaknya dapat mempelajari keterampilan dasar seperti berinteraksi dengan baik, membaca, dan menulis,” tambah Zaki.

Buku-buku yang disumbangkan akan memenuhi beragam kebutuhan siswa HELP, yang mewakili lebih dari 10 negara berbeda, termasuk Afghanistan, Somalia, dan Palestina. Meskipun usianya masih muda, dedikasi Tobias lebih dari sekedar sumbangan awal; dia bercita-cita untuk terus mendukung upaya pendidikan pengungsi bahkan setelah lulus SMA. “Saya ingin terus membantu komunitas pengungsi dalam bidang pendidikan. Hal ini semakin menginspirasi saya, dan saya akan mencari cara untuk terus mendukung inisiatif ini semampu saya,” tutup Tobias.

Lebih lanjut, Zaki mengungkapkan harapannya di masa depan “Saya berharap tidak ada lagi pengungsi di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Lebih banyak lagi orang-orang seperti Tobias yang mengambil inisiatif serupa menunjukkan bahwa kita milik satu sama lain dan perlu saling mendukung.”

Yayasan HELP, yang dimulai dari sebuah rumah kecil di Tebet, Jakarta Selatan pada tahun 2017, telah berkembang menjadi komunitas dinamis yang menghadirkan pendidikan informal, layanan kesehatan dasar, dan kesempatan belajar kepada lebih dari 200 orang dari 12 negara berbeda. Yayasan ini dijalankan oleh tim relawan pengungsi berdedikasi yang memahami tantangan yang dihadapi komunitas mereka.

(tim)

Artikel Terkait