Fenomena yang juga dikenal sebagai nama subsidensi tersebut, semakin bertambah buruk di Inggris setelah kekeringan yang terjadi tahun lalu dan gelombang panas mematikan yang mendorong suhu melewati 40 derajat celcius pada Juli 2022.
Peringatan bahaya akan cuaca panas juga dikeluarkan untuk musim panas ini, yang kemudian menyoroti kerentanan bangunan bersejarah di London. Beberapa di antara bangunan-bangunan tersebut telah berdiri sejak pertengahan tahun 1800-an dan selamat dari Perang Dunia 2. Termasuk selamat dari serangkaian pengeboman di Inggris oleh Jerman atau yang dikenal sebagai the Blitz, yang terjadi pada 1940 hingga berbulan-bulan lamanya.
London Clay merupakan jenis tanah yang paling rentan terhadap penyusutan di antara jenis-jenis tanah lain. Artinya, daerah tersebut berisiko tinggi untuk amblas.
Perusahaan asuransi Inggris diperkirakan harus membayar 219 juta pound sterling atau setara dengan Rp4,2 triliun untuk klaim subsidensi yang dibuat pada tahun 2022. Menurut data yang diterbitkan awal tahun ini oleh Association of British Insurers, "banyak di antaranya disebabkan oleh suhu tinggi yang memecahkan rekor di musim panas lalu." Ia menambahkan, ini adalah perkiraan tagihan asuransi karena subsidensi tanah tertinggi sejak 2006.
"Kami memperkirakan akan melihat peningkatan klaim karena subsidensi tanah dalam beberapa bulan mendatang," kata Anthony Baddeley, manajer network support di Aspray Ltd., penilai kerugian properti yang berbasis di Inggris untuk membantu orang melakukan klaim asuransi.
"Banyak properti di Inggris dibangun di atas tanah lempung yang dapat menyusut, dan cuaca yang sangat kering ini dapat menyebabkan pergeseran properti."
Dampak dari subsidensi tanah paling terlihat dan paling mahal di London, rumah bagi 9 juta orang. Penurunan tanah dapat merusak nilai-nilai rumah tersebut, dan rumah yang rusak parah menjadi tidak aman untuk ditinggali.
Satu dari enam rumah di Inggris dibangun sebelum tahun 1900, saat standar teknis kala itu tidak memperhitungkan suhu ekstrem. Selain itu, ketika negara-negara Eropa lain melakukan rekonstruksi besar-besaran setelah Perang Dunia II, bengunan bersejarah Inggris relatif tidak terdampak. Hal ini menjelaskan mengapa proporsi rumah bergaya vintage lebih banyak di Inggris.
Claire Burke direktur sains Climate X, penyedia data risiko iklim, memprediksi adanya peningkatan laju penurunan muka tanah karena perubahan iklim di bawah lintasan emisi yang lebih tinggi, atau saat ini. Ia mengatakan, di sebagian besar belahan dunia lain, penurunan muka tanah biasanya terjadi akibat pengambilan air tanah.
Berdasarkan catatan yang diterbitkan oleh Zurich Insurance Group AG bulan lalu, "cuaca enam minggu ke depan akan menjadi kunci dalam menentukan" apakah akan ada peningkatan klaim terkait tanah lempung. Laporan tersebut menunjukkan bahwa Inggris mengalami Februari terkering di 2023 dalam 30 tahun terakhir, diikuti oleh bulan Maret 2023 yang menjadi bulan Maret terbasah dalam lebih dari 40 tahun terakhir. Pola cuaca tersebut berisiko melonjaknya klaim asuransi.
Ada peningkatan volume klaim asuransi secara keseluruhan sebanyak 26% yang dilaporkan di Inggris tahun lalu dibandingkan dengan 2021. Laporan tersebut juga menunjukkan volume klaim asuransi telah melonjak 40% pada Januari hingga Mei 2023 dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Sementara itu, insinyur geologi Jones mengatakan jalan-jalan dengan deretan pohon di bagian timur London sangat rentan terhadap penurunan muka tanah. Menyiratkan bahwa tanah lempung di sana dapat mengembang dan menyusut lebih banyak dari area lain.
Kantor Walikota London Sadiq Khan tidak berkomentar secara khusus terkait masalah penurunan tanah dalam menanggapi pertanyaannya. Namun, juru bicara mengatakan bahwa Khan berkomitmen untuk memastikan kota tersebut siap menghadapi risiko apapun terkait perubahan iklim, termasuk panas ekstrem.
Walaupun perubahan iklim bukan satu-satunya faktor di balik kerusakan yang terkait dengan penurunan muka tanah pada bangunan, akar pohon juga menjadi salah satu penyebab setelah mencapai kedalaman dan menyerap semua kelembaban dari tanah. Ditambah lagi dengan cuaca yang tidak menentu dan tanah lempung yang unik di London, hal ini semakin memperburuk masalah.
Jones mengatakan, penelitian geologi diperlukan untuk mengetahui kapan risiko penurunan muka tanah akan terjadi. Hal ini bisa berarti membatasi ambang suhu atau hari-hari di mana suhu tercatat lebih tinggi.
"Yang perlu kita cari tahu adalah apakah ada titik pemicu atau kapan tetaptnya ini terjadi," katanya. Kemudian, "kita dapat menggunakan poin mpemicu ini untuk memberi saran dan membentuk kebijakan dengan lebih baik."
--Dengan asistensi dari Eamon Akil Farhat.
(bbn)