Bukan hal yang aneh bagi para investor untuk menghindari volatilitas di pasar-pasar negara berkembang, tetapi kecepatan penurunan pasar modal Thailand ini mengguncang pemilik dana-dana global.
Thailand merupakan salah satu negara dengan tingkat investasi asing tertinggi di antara negara-negara lain di Asia Tenggara.
Kemarahan para investor kini beralih ke regulator pasar modal negara ini, Securities and Exchange Commission (SEC). Badan ini tetap bungkam terkait langkah mereka untuk menopang kepercayaan investor, bahkan ketika desakan agar mereka meningkatkan pengawasan terhadap pasar saham Thailand semakin besar.
Pelanggaran peraturan dan serangkaian skandal sejak akhir 2022 ini menjadi masalah bagi kepercayaan investor. Pada September lalu, operator pertukaran kripto Zipmex Thailand dituduh melanggar peraturan aset digital Thailand.
Dua bulan kemudian, pihak berwenang membekukan aset investor More Return Pcl karena kemungkinan penipuan, menurut laporan media lokal.
Namun, para analis tidak terlalu yakin dengan kemungkinan ada langkah penegakan hukum yang lebih tegas dalam waktu dekat. Pemerintah Thailand sedang berada di tengah-tengah transisi setelah kemenangan mengejutkan dari pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat.
Pita Limjaroenrat kini adalah kandidat terkuat perdana menteri baru, tetapi ia menghadapi tantangan besar dalam mengumpulkan dukungan yang cukup dari Senat karena partainya mendorong untuk mengubah undang-undang lese majeste.
SEC, regulator utama untuk pasar obligasi, derivatif, reksa dana dan mata uang kripto, tidak mungkin mendapatkan pimpinan yang permanen sampai pemerintahan baru terbentuk.
Namun para investor tidak mau menunggu. Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, rata-rata nilai perdagangan harian pada kuartal kedua turun sekitar sepertiga dibandingkan tahun lalu. Jajaran emiten yang akan melantai di bursa saham Thailand yang sebelum cukup banyak kini berkurang banyak karena kekhawatiran akan ketidakpastian politik dan ekonomi.
Sepanjang tahun ini, baru ada 17 emiten baru di bursa saham Thailand dan mengumpulkan dana sekitar 17 miliar baht, lebih rendah dari tahun lalu di mana ada 42 emiten baru yang mengumpulkan 128 miliar baht, berdasarkan data bursa.
Ketidakpastian politik dan pasar modal ini jadi ancaman terhadap ekonomi Thailand yang sedang kesulitan akibat gejolak nilai tukar mata uangnya , pariwisata yang menurun dari yang diharapkan dan prospek ekonomi yang melemah.
Gagal bayar terbaru di Stark ini juga merugikan pasar obligasi, terutama perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang menghadapi lebih banyak kesulitan dalam menerbitkan surat utang untuk pendanaan baru.
"Tanpa pemulihan kepercayaan yang cepat, perusahaan-perusahaan akan kesulitan untuk mengumpulkan dana untuk pembiayaan kembali utang dan operasi bisnis. Hal ini akan sangat merugikan perekonomian," kata Chavinda Hanratanakool, presiden Asosiasi Perusahaan Manajemen Investasi.
SEC Thailand membela diri dengan mengatakan bahwa semua staf telah bekerja keras dengan lembaga-lembaga lain dalam kasus Stark dan kasus-kasus lain guna memulihkan kepercayaan investor.
“Kami melakukan segalanya untuk segera membawa pelaku kejahatan ke pengadilan dan mengembalikan kepercayaan investor," ujar penjabat kepala SEC Thawatchai Pittayasophon kepada para wartawan pekan lalu.
Menteri keuangan negara itu juga menyuarakan keprihatinan tersebut.
Pada Selasa lalu, Stark mengganti direktur utamanya dan mencabut kewenangan pemegang saham terbesar dalam menandatangani dokumen perusahaan, menurut sebuah pernyataan bursa. Beberapa hari kemudian, SEC mengajukan tuduhan pelanggaran keuangan terhadap pemegang saham terbesar perusahaan dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam manajemen.
Tindakan-tindakan yang diambil pemerintah baru-baru ini menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam hal penegakan hukum, meskipun SEC bekerja di bawah wewenang yang terbatas, menurut Kobsak Pootrakool, ketua Federasi Organisasi Pasar Modal Thailand.
Pihak berwenang Thailand juga berencana memperketat peraturan pencatatan saham, termasuk menaikkan persentase saham minoritas yang bisa ditransaksikan di pasar reguler (free float), ambang batas profitabilitas dan ekuitas pemegang saham.
Namun, banyak investor tetap khawatir dengan seberapa cepat regulator akan dapat membendung dampak lebih lanjut dari skandal ini dan mencegah kejadian serupa di masa depan yang berdampak buruk pada pasar modal atau ekonomi.
"Investor internasional mencermati bagaimana pihak berwenang meningkatkan pengawasan dan kerja sama mereka," kata Niwes Hemvachiravarakorn, investor dan pendiri Thai Value Investor Club. "Jika mereka kehilangan kepercayaan, ini akan menjadi masalah besar dan butuh waktu untuk mengembalikannya."
(bbn)