Sebulan lalu, tidak ada satu pun pelaku pasar yang memperkirakan hal tersebut. Bahkan sebulan lalu, ekspektasi pasar masih meyakini akan ada pemangkasan bunga FFR pada 2023. Kini semua berbalik dengan pernyataan berulang dari pejabat the Fed untuk menggiring inflasi negeri Paman Sam ke target 2%, meski itu membutuhkan beberapa kali kenaikan bunga acuan yang dicemaskan bisa menjatuhkan perekonomian dalam resesi. Kesemua itu menjadi kabar buruk bagi mata uang yang menjadi lawan dolar Amerika, termasuk rupiah Indonesia.
Hari ini rupiah akan menanti data terbaru posisi cadangan devisa RI pada Juni yang akan memperlihatkan sejauh mana tekanan pada nilai tukar telah menguras cadangan devisa.
Selama Juni, nilai tukar rupiah di pasar spot bergerak di kisaran Rp14.930/US$ dengan titik terlemah di Rp15.015/US$ pada 26 Juni lalu. Dibandingkan Mei ketika rupiah melemah hingga 2%, tekanan yang dihadapi rupiah selama Juni relatif lebih ringan. Bank Indonesia menghabiskan cadangan devisa hampir US$ 5 miliar untuk mengintervensi tekanan nilai tukar di pasar.
Hari ini, pelaku pasar juga bersiap menanti rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang akan dirilis malam nanti dan akan memberi panduan semakin jelas arah bunga acuan paling berpengaruh di dunia itu.
Analis memperkirakan angka pengangguran Amerika pada Juni akan melandai ke 3,6% dari posisi 3,7% pada Mei. Sedangkan nonfarm payrolls Juni diprediksi turun ke 230.000 dari posisi Mei 339.000, dengan angka partisipasi kerja diperkirakan stabil di angka 62,6%.
(rui)