Bloomberg Technoz, Jakarta – PT Freeport Indonesia (PTFI) terus mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan izin ekspor konsentrat tembaga, di tengah kegelisahan akan terhentinya operasional tambang Papua milik perusahaan.
VP Corporate Communications Freeport Indonesia Katri Krisnati mengonfirmasi hingga hari ini, Kamis (6/7/2023), PTFI belum juga mengantongi izin ekspor konsentrat tembaga. Tahun ini perusahaan dijatah ekspor sebanyak 2,3 juta ton konsentrat komoditas logam tersebut.
“Hingga hari ini, kami masih menunggu dikeluarkannya izin ekspor. Kami terus berdialog dengan kementerian terkait, agar izin ekspor bisa segera dikeluarkan. Ini menjadi prioritas utama kami saat ini,” tegasnya saat dihubungi Bloomberg Technoz.
Katri mengungkapkan gudang penyimpanan konsentrat milik Freeport di Mimika sekarang ini sudah dalam kondisi penuh.
"Bahkan, sebagian konsentrat terpaksa harus diletakkan di luar gudang. Tanpa izin ekspor, dapat dapat dipastikan akan berakibat penangguhan kegiatan PTFI, yang berdampak signifikan pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang,” ujarnya.
Bagaimanapun, dia memastikan tersendatnya penerbitan izin ekspor konsentrat tembaga tidak memengaruhi progres pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) Freeport di Manyar, Gresik, Jawa Timur.
Per hari ini, menurut Katri, kegiatan pembangunan proyek smelter Freeport di Gresik masih berjalan. Hingga pertengahan Juni 2023, progresnya telah mencapai 72%.
Sementara itu, lanjutnya, PT Smelting sendiri sedang melakukan perawatan berkala sekaligus pengembangan untuk peningkatan kapasitas produksi sejak 1 Mei 2023 selama 75 hari sehingga tidak ada pengapalan ke Gresik.
Sekadar catatan, Freeport menargetkan produksi konsentrat tembaga pada 2023 mencapai 1.603 miliar pound, emas 1.809 juta ons, sedangkan perak sebesar 6.579 juta ons.

Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Muhammad Wafid sebelumnya meminta PTFI untuk bersabar menunggu izin ekspor yang masih diproses oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Menurutnya, sampai dengan saat ini belum ada regulasi yang dapat dijadikan acuan penerbitan izin tersebut.
"Ya bagaimana lagi? Ya itu tadi kalau gudang sudah penuh dan ingin ekspor, tetapi belum ada regulasi yang pas untuk mengatur atau jadi referensi. Semuanya salah nanti. Sabar sedikit lah," katanya ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (3/7/2023).
Menurut Wafid, selama belum ada sinkronisasi regulasi terkait, PTFI belum bisa melakukan ekspor konsentrat tembaga. Dia menegaskan itu sudah menjadi peraturan yang tidak bisa ditawar-tawar walaupun relaksasi sudah diberikan sebelumnya.
PTFI mendapatkan dispensasi larangan ekspor mineral mentah, termasuk konsentrat tembaga yang diberlakukan pemerintah mulai 10 Juni 2023. Pengecualian hanya diberikan kepada perusahaan yang sudah menyelesaikan pembangunan smelter dengan kemajuan lebih dari 50% dengan sejumlah syarat dan ketentuan.
Syarat dan ketentuan tersebut meliputi sanksi denda administratif yang diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 89/2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri.
Pengenaan denda yang diberikan tersebut berupa penempatan Jaminan Kesungguhan 5% dari total penjualan periode 16 Oktober 2019—11 Januari 2022 dalam rekening bersama (escrow account).
Apabila pada 10 Juni 2024 tidak mencapai 90% dari target, jaminan kesungguhan disetorkan kepada kas negara, pengenaan denda administratif atas keterlambatan pembangunan sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi Covid-19 berdasarkan laporan Verifikator Independen.
(wdh)