Petugas dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sejauh ini mereka tidak melihat bukti adanya ranjau atau bahan peledak.
Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi mengatakan pada Rabu bahwa timnya telah meminta akses ke atap dua reaktor dan bagian lain dari kompleks pembangkit itu.
Pembangkit nuklir terbesar di Eropa itu telah menjadi sasaran serangan artileri, pesawat tak berawak (drone), dan roket selama lebih dari setahun. Para pejabat Ukraina dan Rusia saling menyalahkan atas serangan itu. Petugas pemantau PBB pun diterjunkan untuk memonitor Zaporizhzhia pada September lalu.
Angkatan Udara AS telah mengirimkan pesawat Boeing WC-135R Constant Phoenix ke Yunani pada 30 Juni. Hal ini memicu spekulasi dan dapat dikaitkan dengan ancaman terhadap Zaporizhzhia.
Pesawat yang dapat mencatat pelepasan radioaktif secara real time itu, menurut Angkatan Udara AS, memainkan peran penting dalam mendeteksi puing-puing dari krisis nuklir Chernobyl pada 1986.
Departemen Pertahanan AS atau Pentagon tidak segera membalas permintaan untuk menanggapi hal ini. Angkatan Udara mengatakan pesawat itu secara rutin dikerahkan di Laut Mediterania.
Meski tidak ada serangan langsung ke enam reaktor Zaporizhzhia atau kolam bahan bakar bekas di dekatnya, ancaman terhadap keamanan di sana masih mengintai. Hanya 24 jam setelah para teknisi memasang kembali kabel listrik luar di wilayah yang dikuasai Rusia itu, IAEA melaporkan bahwa aliran listrik berhenti dari saluran yang dikendalikan oleh Ukraina.
Situasi itu telah dipulihkan pada Rabu,
Tidak seperti pembangkit batu bara atau gas, reaktor nuklir membutuhkan aliran daya yang konstan untuk menjaga agar pompa tetap menyala.
“Pemutusan saluran listrik terbaru sekali lagi menunjukkan situasi keselamatan dan keamanan nuklir yang genting di pembangkit tersebut,” kata Grossi Selasa malam.
--Dengan asistensi Kateryna Choursina.
(bbn)