Pasar pun bereaksi. Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebanyak 25 bps menjadi 5,25-5,5% dalam rapat 26 Juli adalah 88,7%. Lebih tinggi dibandingkan perkiraan seminggu lalu yaitu 81,8%, apalagi sebulan lalu pasar memperkirakan kemungkinannya hanya 52,4%.
Sentimen kenaikan suku bunga acuan menjadi ‘obat kuat’ bagi dolar AS. Pada pukul 09:27 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan 6 mata uang utama dunia) menguat 0,04% ke 103,336.
Keperkasaan dolar AS membuat rupiah tidak bisa berbuat banyak, Pada pukul 09:28 WIB, rupiah melemah 0,25% ke Rp 15.055,5/US$. Rupiah berada di posisi terlemah sejak 27 Juni.
Rupiah Mampu Bangkit
Akan tetapi, rupiah masih punya peluang untuk bangkit. Secara teknikal, target penguatan terdekat ada di Rp 15.013/US$. Jika tertembus, maka bisa menuju target yang lebih optimistis di Rp 14.866/US$.
Mengutip analisis Bloomberg Intelligence yang disusun oleh Stephen Chiu dan Chunyu Zhang, rupiah bisa menguat dalam jangka panjang ketika cadangan nikel nasional sudah berhasil termanfaatkan. Sementara dalam jangka pendek-menengah, aset rupiah juga masih menarik karena inflasi domestik relatif rendah sehingga keuntungan riil yang didapat investor tetap tinggi.
“Kepemilikan investor asing yang rendah di obligasi pemerintah juga membuat rupiah relatif stabil,” sebut riset itu.
Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan median angka proyeksi rupiah pada kuartal III-2023 di Rp 14.800/US$. Pada kuartal berikutnya, rupiah berpotensi kian menguat ke Rp 14.700/US$.
“Para analis memperkirakan rupiah bisa menguat 4,6% di pasar spot atau 2,7% secara efektif (REER) dalam 12 bulan ke depan,” lanjut riset tersebut.
(aji)