Sementara indeks saham LQ45 yang berisikan saham-saham unggulan ditutup di zona hijau dengan mencatatkan penguatan 4,70 poin atau 0,50% ke posisi 953,44.
Saham-saham LQ45 yang bergerak pada teritori positif antara lain, PT Indika Energy Tbk (INDY) naik 120 poin ke posisi Rp2.080/saham, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) menguat 140 poin ke posisi Rp3.360/saham. PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) terapresiasi 80 poin ke posisi Rp2.420/saham.
Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating atau peringkat surat utang Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada laporan terbarunya, 4 Juli 2023.
S&P mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang solid, rekam jejak kebijakan yang baik, dan konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari target awal. Dalam laporannya, S&P menyebut penurunan tekanan inflasi yang disertai dengan kenaikan belanja Pemerintah menjelang pemilu diperkirakan dapat mendorong peningkatan konsumsi swasta pada paruh kedua 2023.
Adapun pasar saham Asia kompak bergerak melemah pada perdagangan sore hari ini. Indeks Hang Seng Hong Kong drop 1,57%, indeks Shanghai Composite turun 0,69%, indeks Strait Times Singapore terdepresiasi 0,57%, indeks Kospi kehilangan 0,55%, dan indeks Nikkei 225 turun 0,25%. Sementara itu, Dow Jones Index Future juga turun 0,43%.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, investor wait and see atas Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) yang akan rapat pada Rabu (5/7/2023) waktu setempat, diagendakan akan memberikan penjelasan hasil diskusi pada pertemuan mereka pada Juni yang membuat Wall Street bingung.
"Powell (Gubernur Bank Sentral) telah menyampaikan pesan yang tidak jelas, dan ada asumsi bahwa hal ini mencerminkan kompromi yang tidak nyaman antara hawkish (tren naik) dan dovish (tren stabil) dalam komite tersebut," kata Kepala Ekonom di Nationwide Life Insurance Co, Kathy Bostjancic.
Sebelumnya, Powell mengatakan bahwa para pejabat The Fed menginginkan lebih banyak waktu untuk membaca data ekonomi mengingat kenaikan yang agresif sebelumnya serta pengetatan kredit yang berujung pada kegagalan beberapa bank pada Maret kemarin.
Pada saat yang sama, para pembuat kebijakan moneter tersebut memperkirakan akan ada dua kenaikan tambahan tahun ini. Hal ini lebih banyak dari yang diperkirakan yang membuat para investor mencari jawaban.
(fad/ezr)