Izin Ekspor Freeport Macet, Preseden Buruk Penghiliran Mineral
Sultan Ibnu Affan
05 July 2023 17:00
Bloomberg Technoz, Jakarta – Belum diterbitkannya izin ekspor konsentrat tembaga bagi PT Freeport Indonesia (PTFI) dinilai sebagai preseden buruk di industri pertambangan mineral, yang tengah dituntut pemerintah untuk memacu investasi penghiliran dengan tenggat ketat.
Dalam kaitan itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat pemerintah semestinya mempersiapkan kebijakan yang tersinkronisasi sebelum memberikan kelonggaran ekspor konsentrat bagi Freeport, sebagai 'kompensasi' atas investasi fasilitas pemurnian (smelter) tembaga yang harus sudah selesai pada medio 2024.
“Ini saya kira harus menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama pengambil kebijakan. Kalau bikin kebijakan, mesti satu paket. Ketika kebijakan mau diimplementasikan, pasti ada konsekuensinya. Itu harus diantisipasi sejak awal. Kalau melarang ekspor, mestinya sudah harus dikalkulasi kemampuan [produksi Freeport]. Dengan demikian, jika [konsentrat tembaga Freeport tidak bisa terserap pasar], otomatis akan menumpuk stoknya. Saya kira itu yang perlu menjadi pelajaran pemerintah,” ujarnya saat dihubungi Bloomberg Technoz, Rabu (5/7/2023).
Ini dampaknya jadi ke mana-mana. Bukan hanya ke Freeport atau Amman [Mineral] saja, tetapi ke penerimaan negara [bukan pajak] juga.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro
Stok konsentrat yang menumpuk akibat tidak dapat diekspor, lanjutnya, mau tidak mau pasti akan mengganggu operasional perusahaan tambang mineral. Tidak ada cara lain, pemerintah pun harus segera menerbitkan izin ekspor bagi PTFI, sebagaimana dijanjikan saat meminta perusahaan tersebut mengebut investasi smelter-nya di Manyar, Gresik.
Sekadar catatan, Freeport menargetkan produksi konsentrat tembaga pada 2023 mencapai 1.603 miliar pound, emas 1.809 juta ons, sedangkan perak sebesar 6.579 juta ons. Untuk tahun ini, perusahaan mengantongi kuota ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton atau naik dari tahun lalu sejumlah 2 juta ton.