“Sementara kita membuat UU tentang perlindungan hak-hak adat itu sampai sekarang enggak jadi. Tahun 2010 udah masuk, enggak dibahas lagi. MK mengatakan enggak bisa ini diselesaikan kecuali ada UU dulu, reformasi hukum agraria, enggak jadijadi. Karena itu lama, kadang-kadang sudah bagus, masuk di DPR. Tiba-tiba di DPR ada yang nolak,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Ia juga menyinggung soal rancangan UU Perampasan Aset yang juga belum kunjung disahkan. Ia menilai bahwa penundaan pengesahan UU ini sengaja dilakukan oleh DPR.
“Kedua soal pembatasan uang belanja tunai. Misalkan barang siapa melakukan transaksi maka kalau mencapai 100 juta harus diambil dari bank mana dan dikirim ke bank mana. Orang kan enggak bisa korupsi kalau gitu. Proyek pun begitu kan. Sehingga korupsi itu bisa diperkecil, tapi sekarang enggak mau DPR-nya. Kenapa DPR menolak? Lho karena kegiatan politik itu perlu uang tunai. Sebenarnya kan, bagi-bagi gitu maksudnya,” kata dia lagi.
Ia menilai, padahal dengan adanya UU itu nantinya korupsi dan potensi korupsi yang dilakukan oleh pejabat daerah maupun pengusaha dapat diminimalisir. Aturan dalam UU itu akan mempersempit celah bagi koruptor untuk merealisasikan tindak pidana korupsi.
(ibn/ezr)