Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha telah meminta perusahaan listrik negara, Electricity Generating Authority dan Kantor Sumber Daya Air untuk membantu menyusun rencana darurat untuk menghemat air. Sepanjang tahun 2023, curah hujan di negara ini telah turun 28% di bawah periode yang sama tahun lalu, menurut data resmi.
El Nino dapat menyebabkan kondisi yang lebih kering di beberapa bagian Asia dan Afrika, dan hujan lebat di Amerika Selatan bisa merusak berbagai macam tanaman di seluruh dunia. El Nino sebelumnya telah memberikan dampak negatif pada inflasi global dan memukul produk domestik bruto di berbagai negara mulai dari Brasil hingga India dan Australia.
Thailand sedang berusaha untuk mempertahankan pemulihan pertumbuhan ekonomi namun menghadapi tantangan dari perlambatan China. Kekeringan yang berkepanjangan bisa menjadi masalah baru bagi pemerintah.
"El Nino akan menimbulkan kekhawatiran yang lebih besar pada pertumbuhan ekonomi dibandingkan inflasi," kata Euben Paracuelles, analis Nomura Holdings Inc. "Thailand adalah eksportir makanan yang besar, hanya setengah dari total produksi yang dikonsumsi di dalam negeri. Jadi, mengurangi dampak dapat membantu membatasi efek inflasi jangka pendek, di samping kontrol harga dan subsidi dari pemerintah."
Jika El Niño menjadi parah, hal ini dapat mengurangi 0,2% dari produk domestik bruto Thailand tahun ini karena kondisi kekeringan dapat bertepatan dengan produksi musiman di semester kedua, terutama untuk beras, kata Paracuelles. Bank sentral memperkirakan Thailand akan mencatat pertumbuhan PDB sebesar 3,6% tahun ini, meningkat dari 2,6% di tahun 2022.
Permintaan listrik di Thailand mencapai rekor tertinggi di bulan April lalu ketika beberapa wilayah mengalami suhu tertinggi sepanjang masa, memaksa perusahaan dan rumah tangga meningkatkan penggunaan pendingin ruangan (AC) untuk menghindari panas yang menyengat.
Dampak global yang lebih besar dari curah hujan di bawah rata-rata di Thailand akan berdampak pada hasil panen seperti gula dan karet, dan bahkan dapat mengancam posisi negara ini sebagai pemasok beras terbesar kedua di dunia. Pengiriman turun sepertiga menjadi 7,6 juta ton pada tahun 2019, tahun pertama El Nino sebelumnya.
Tebu adalah tanaman yang kuat, tetapi pabrik-pabrik penggilingan di negara ini telah memperkirakan penurunan produksi. Hal ini akan memangkas pasokan ke pasar dunia dan semakin memicu reli harga gula rafinasi yang berada di kisaran harga tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Negara ini memproduksi sekitar 11 juta ton gula pada musim 2022-2023 dan diperkirakan telah mengekspor sekitar 80% dari produksinya.
Menurut Bank Dunia, kurangnya upaya mitigasi jangka panjang Thailand dalam menghadapi banjir dan kekeringan kemungkinan akan memperburuk dampak cuaca ekstrem di negara ini.
"Frekuensi banjir dan kekeringan, serta tingginya kerugian manusia dan ekonomi yang diakibatkannya, membuat adaptasi perubahan iklim dan pengelolaan air menjadi penting di Thailand," ujar Fabrizio Zarcone, country manager Bank Dunia untuk Thailand.
"Kerangka kerja yang lebih kuat yang memprioritaskan perencanaan mitigasi risiko, investasi infrastruktur sumber daya air, serta pengelolaan penggunaan lahan dan air sangat diperlukan."
- Dengan bantuan dari Kevin Dharmawan.
(bbn)