Logo Bloomberg Technoz

Semester II, Nasib Rupiah Tergantung Fed dan Transaksi Berjalan

Ruisa Khoiriyah
04 July 2023 14:20

Rupiah Tahun Emisi 2022 (Dok. Bank Indonesia)
Rupiah Tahun Emisi 2022 (Dok. Bank Indonesia)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Mata uang Indonesia rupiah mencetak kinerja cukup gemilang pada separuh pertama tahun ini dengan capaian return sebesar 3,84% menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Memasuki semester II-2023 kegemilangan kinerja rupiah tersebut mendapatkan ancaman besar dari keputusan Federal Reserve, bank sentral AS, yang memastikan kembali melanjutkan kebijakan pengetatan moneter di sisa tahun ini.

Pengetatan moneter melalui kenaikan bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) yang diperkirakan hingga dua kali lagi, akan menguras likuiditas dolar AS dari pasar global dan membuat valuta yang menjadi lawannya akan melemah, tak terkecuali nilai tukar rupiah. 

Bila pengetatan moneter Amerika berlanjut hingga 50 bps ke level 5,6% sebagaimana pernyataan Jerome Powell pasca memutuskan mempertahankan bunga acuan di 5,25% pada FOMC terakhir Juni lalu, itu akan menjadi tekanan besar bagi rupiah. Pasalnya, kenaikan FFR akan berdampak langsung pada yield US Treasury dan membuat daya tarik aset rupiah jadi terkikis. Terbuka risiko capital reversal alias pembalikan modal asing mengalir keluar kembali ke Amerika. 

Rilis data inflasi konsumsi belanja personal -personal consumption expenditure (PCE) Amerika pada Mei lalu memperlihatkan laju disinflasi di Negeri Paman Sam masih berjalan lambat walau semakin menunjukkan perbaikan. Inflasi umum PCE melandai ke level 3,8%, level terlambat dalam dua tahun terakhir. Sementara inflasi inti PCE tercatat 4,6% pada Mei, di mana secara bulanan mencatat kenaikan 0,3%.

Dalam analisis ekonom Bloomberg, data terbaru terkait tingkat pengeluaran pribadi masyarakat Amerika tersebut menunjukkan hubungan antara pertumbuhan pendapatan dan mendinginnya inflasi secara bertahap.