"Kita hanya dapat merekomendasikan kepada Riksbank untuk mengejar kebijakan moneter yang lebih menarik dari sudut pandang pasar valas jika ingin melihat krona yang lebih kuat," tulis Leuchtmann dalam sebuah catatan. “Tindakan selain itu konyol, karena ini menggambarkan bahwa Riksbank tidak mau menerima konsekuensi logis dan dapat diprediksi dari tindakannya sendiri."
Di Jepang, para pejabat juga mencoba untuk menopang yen dengan intervensi verbal karena bank sentral tetap berpegang pada kebijakan moneternya yang sangat longgar. Para ahli strategi Commerzbank mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kurangnya konsistensi - yen yang lemah sebenarnya akan membantu mencegah inflasi jatuh di bawah target.
Menurut Leuchtman, ada bahaya dari kebijakan intervensi valas ini. Suatu hari nanti kebijakan ini akan berubah menjadi tingkat inflasi tinggi yang sulit untuk dikendalikan menjadi krisis keuangan nasional dan pelemahan yen yang eksplisit bisa membuat nilai tukar yen saat ini terlihat seperti jalan di tempat.
Adapun strategi Swiss untuk menjaga mata uangnya dengan intervensi langsung. Hal ini berisiko menguras cadangan mata uang asing bank sentral dan meningkatkan kemungkinan bank sentral dicap sebagai manipulator mata uang oleh pemerintah AS.
Ahli strategi Commerzbank mengatakan bahwa taktik ini hanya dapat berhasil jika tekanan inflasi terus mereda dengan sendirinya dalam beberapa bulan ke depan, yang mana hal ini masih jauh dari pasti.
"Padahal selama beberapa dekade terakhir ini sebagian besar telah kesepakatan bahwa penentuan nilai tukar harus diserahkan kepada pasar valas, namun selalu ada pengecualian," tulisnya. "Saya mendapat kesan bahwa bank-bank sentral dan Menteri Keuangan saat ini terkena semacam penyakit langka: intervensiitis."
(bbn)