Bloomberg Technoz, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan 204.807.222 warga negara Indonesia (WNI) sebagai daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Jumlah DPT tersebut merupakan gabungan pemilih dalam negeri di 38 provinsi dan WNI yang ada di luar negeri.
Komposisi data pemilih Pemilu 2024 didominasi oleh generasi milenial sebanyak 68.822.389 orang atau 33,60% dari total DPT. Kemudian sebanyak 46.800.161 atau 22,85% pemilih merupakan generasi Z. Ceruk pemilih muda ini yakni lebih dari 55% akan menjadi sangat menentukan.
Generasi milenial adalah mereka yang lahir antara 1981-1996. Sementara generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1990-an.
Pemilu sendiri akan diadakan pada 14 Februari 2024 dan menjadi momentum perdana pemilihan dilakukan serentak baik pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sementara pilkada serentak pada tahun yang sama yakni 27 November 2024.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, demografi DPT pada Pemilu 2024 tidak terlalu berbeda pada pemilu sebelumnya. Pemilih pada rentang usia hingga 40 tahun juga termasuk yang paling banyak pada pemilu lalu. Oleh karena itu dari sisi partisipasi pemilih menurutnya tidak akan jauh berbeda.
Indonesia dalam beberapa kali pemilu dan pilkada menunjukkan angka yang cukup tinggi partisipasinya dibandingkan negara lain di dunia. Pemilih Indonesia termasuk loyal datang ke tempat pemungutan suara (TPS).
"Pada Pemilu 2019 misalnya angka pengguna hak pilih (voter turn out) tercatat sebesar 81% lebih, sedang pada Pilkada 2020 di tengah pandemi, angka pengguna hak pilih juga mencapai lebih dari 76%," kata Titi dihubungi pada Selasa pagi (4/7/2023).

Oleh karena itu para calon yang akan berkompetisi perlu membawa isu-isu yang kontemporer dan modern misalnya antikorupsi, perubahan iklim, olahraga, pendidikan dan teknologi.
"Pemilih muda bukan sekadar objek, tapi subjek pemilu yang suaranya harus dibuat bermakna. Capres dan cawapres sudah tidak masanya cuma menggunakan pendekatan simbolik atau aksesoris ala anak muda tapi harus bisa membawa isu konkret yang yang mereka akan tawarkan bagi para anak muda yang akan memilih nanti," kata Titi lagi.
Namun kata dia yang perlu dicatat bahwa pemilih muda di Indonesia bukan entitas tunggal melainkan juga diperngaruhi banyak faktor mulai dari agama, budaya, pergaulan, ekonomi hingga geografis. Oleh karena itu pendekatan juga harus dilakukan atas karakter-karakter yang berbeda itu. Dia melanjutkan, pemilih muda saat ini sudah lebih mampu menentukan pilihan dan bersifat kritis. Namun mereka harus mendapatkan akses informasi yang kredibel sehingga figur yang mereka pilih nantinya adalah calon yang memang punya kualitas.
"Tantangannya justru adalah bagaimana memastikan antusiasme dalam penggunaan hak pilih tersebut juga berkorelasi dengan keterpilihan pejabat publik yang memang mampu membawa aspirasi konstituen secara optimal. Sehingga tujuan pemilu untuk berkontribusi bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat juga bisa tercapai," kata Titi yang juga mantan Koordinator Perludem itu.
Dihubungi terpisah, pengamat Komunikasi Politik Eka Wenats Wuryanta menilai pemilih milenial dan pemilih generasi Z tak bisa disamakan. Meskipun keduanya masuk dalam pemilih muda namun kebutuhan dan karakter mereka berbeda. Hal-hal ini yang harus perlu digali oleh para calon yang akan bertarung baik calon legislatif maupun calon presiden dan wakilnya.
Menurut dia, pemilih muda akan cenderung menjadi swing voters 'massa mengambang' pemilih yang masih bisa berubah-ubah pilihannya, dibandingkan menjadi golput pada pemilu nanti. Oleh karena itu perilaku ini harus dipahami oleh para calon melalui riset yang bisa dilakukan. Isu-isu kampanye mereka harus ditajamkan sesuai dengan kebutuhan pemilih muda.
"Sebetulnya milenial dan gen Z itu juga mesti dibedakan. Jadi capres-cawapres ini juga harus membedakan pola kampanyenya ke mereka. Kalau ke milenial harus gini, ke gen Z gitu," kata Eka yang juga pengajar di Universitas Multimedia Nusantara itu, Selasa (4/7/2023).
Angka DPT milenial hingga 33% dan generasi Z di atas 22% tak boleh diabaikan karena ceruk tersebut sangat besar jumlahnya dan bisa menentukan kemenangan.
(ezr)