Arab Saudi bersama-sama dengan Rusia, akan mengurangi ekspor minyak hingga 500.000 barel per hari pada Agustus mendatang, kata Wakil Perdana Menteri Alexander Novak dalam sebuah pernyataan. Namun, Moskow telah menunda pemotongan yang disepakati dengan OPEC+ sepanjang tahun ini.
Permintaan yang lesu di China telah membatasi minyak mentah mendekati US$75 per barel, di bawah tingkat yang dibutuhkan Arab Saudi untuk menutupi anggarannya. Dengan latar belakang ini, perpanjangan pada pemangkasan produksi minyak Arab Saudi tidak mengherankan, dengan hampir semua trader dan analis yang disurvei oleh Bloomberg telah memprediksi hal tersebut.
Harga minyak secara luas diperkirakan akan naik tahun ini, tetapi malah merosot karena adanya kekhawatiran tentang kekuatan ekonomi setelah kenaikan suku bunga. Pasokan diperkirakan masih akan mengetat di paruh kedua, tetapi para forecaster Wall Street seperti Goldman Sachs Group Inc. dan Morgan Stanley telah mengabaikan proyeksi kembalinya harga minyak mentah sebesar US$100 per barel.
Negara-negara konsumen seperti Amerika Serikat telah mengkritik OPEC+ dan sekutunya atas kebijakan mereka membatasi pasokan, menuduh kartel memperburuk inflasi dan membahayakan pemulihan ekonomi yang rapuh. Badan Energi Internasional telah mengutuk mereka karena "menyerang" konsumen yang rentan.
(bbn)