Grant Smith dan Dana Khraiche - Bloomberg News
Bloomberg, Arab Saudi akan memperpanjang masa pengurangan produksi minyak selama satu bulan ke depan. Kebijakan ini diperkirakan akan semakin membatasi pasokan di tengah suplai pasar yang ketat. Sekutu OPEC+, Rusia, juga mengumumkan akan melakukan langkah serupa.
Saudi Press Agency, sebuah kantor berita yang dikelola pemerintah Arab, mengatakan dalam pernyataan bahwa pengurangan produksi minyak oleh Arab Saudi sebesar 1 juta barel per hari akan dimulai bulan ini.
Ini merupakan pemangkasan tambahan dari pembatasan yang disetujui oleh OPEC+, dan akan berlanjut hingga Agustus atau akan terus bergulir hingga beberapa waktu ke depan. Pemotongan tersebut akan membuat produksi minyak Arab Saudi menjadi sekitar 9 juta barel per hari, level terendah dalam beberapa tahun.
Efek dari kabar tersebut membuat harga minyak melonjak, dengan harga Brent naik 1,3% menjadi US$76,39 per barel pada pukul 10.34 pagi di London.
Arab Saudi bersama-sama dengan Rusia, akan mengurangi ekspor minyak hingga 500.000 barel per hari pada Agustus mendatang, kata Wakil Perdana Menteri Alexander Novak dalam sebuah pernyataan. Namun, Moskow telah menunda pemotongan yang disepakati dengan OPEC+ sepanjang tahun ini.
Permintaan yang lesu di China telah membatasi minyak mentah mendekati US$75 per barel, di bawah tingkat yang dibutuhkan Arab Saudi untuk menutupi anggarannya. Dengan latar belakang ini, perpanjangan pada pemangkasan produksi minyak Arab Saudi tidak mengherankan, dengan hampir semua trader dan analis yang disurvei oleh Bloomberg telah memprediksi hal tersebut.
Harga minyak secara luas diperkirakan akan naik tahun ini, tetapi malah merosot karena adanya kekhawatiran tentang kekuatan ekonomi setelah kenaikan suku bunga. Pasokan diperkirakan masih akan mengetat di paruh kedua, tetapi para forecaster Wall Street seperti Goldman Sachs Group Inc. dan Morgan Stanley telah mengabaikan proyeksi kembalinya harga minyak mentah sebesar US$100 per barel.
Negara-negara konsumen seperti Amerika Serikat telah mengkritik OPEC+ dan sekutunya atas kebijakan mereka membatasi pasokan, menuduh kartel memperburuk inflasi dan membahayakan pemulihan ekonomi yang rapuh. Badan Energi Internasional telah mengutuk mereka karena "menyerang" konsumen yang rentan.
(bbn)