Terlebih, sinyal perlambatan ekonomi masih kentara yang salah satunya ditunjukkan oleh penurunan setoran pajak, masih lemahnya permintaan pembiayaan oleh korporasi juga penjualan ritel yang belum menggigit.
Akan tetapi, menurut para ekonom, ruang pemangkasan bunga acuan BI7DRR saat ini boleh dibilang belum terbuka karena tekanan yang dihadapi oleh rupiah memaksa Bank Indonesia memastikan tingkat imbal hasil investasi di Indonesia tidak semakin terbenam keperkasaan aset dolar Amerika.
"Nilai tukar rupiah masih rentan terhadap tekanan jual, dengan pelemahan permintaan global yang semakin terlihat dan rencana Federal Reserve melanjutkan pengetatan moneter ke depan," komentar Tamara Mast Henderson, Ekonom Bloomberg Economics dalam catatan yang dilansir pasca konferensi pers BPS, Senin (3/7/2023).
Selisih Imbal Hasil
Inflasi inti Personal Consumption Expenditure (PCE) Amerika pada Mei lalu hanya turun tipis menjadi 4,6% dari 4,7% di bulan sebelumnya di kala inflasi umum PCE negeri itu mencatat perlambatan sesuai ekspektasi pasar di level 3,8%.
Indeks PCE menjadi ukuran yang paling dilihat oleh The Fed dalam merumuskan kebijakan moneter. Fakta bahwa penurunan inflasi hanya tipis saja, memberi alasan bagi pelaku pasar untuk semakin yakin bahwa kenaikan bunga acuan Fed Funds Rate di sisa tahun ini hingga dua kali lagi, tidak terelakkan.
Dengan dua kali kenaikan FFR, maka tingkat bunga acuan Amerika bisa bertengger hingga ke level 5,75% akhir tahun ini. Level itu sama dengan tingkat bunga acuan Indonesia yang juga bertahan di posisi 5,75% sejak Januari lalu.
Tingkat bunga acuan mempengaruhi tingkat imbal hasil atau yield surat utang negara. Ekspektasi terhadap kenaikan FFR telah mengerek naik yield surat utang AS atau US Treasury ke kisaran 3,831% untuk tenor 10 tahun.
Pada saat yang sama, yield SUN tenor 10 tahun berada di kisaran 6,246%, mengindikasikan selisih dua obligasi negara itu hanya berjarak 241 bps.
"Yield US Treasury masih berpeluang naik ke 4,1%-4,3% dalam waktu dekat," kata Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas.
Imbal hasil UST yang terus naik secara alamiah akan menarik dana pemodal global merapat ke aset dolar AS sehingga valuta yang menjadi lawannya akan tertekan. Surat utang RI juga diprediksi akan terus mengalami tekanan jual dalam tiga-empat pekan ke depan hingga yield-nya kemungkinan bisa semakin naik ke kisaran 6,3%-6,5%. Rupiah pun bisa semakin lemah.
Sebelum semester I-2023 berakhir, terlihat tekanan di pasar surat utang negara semakin besar dengan anjloknya animo pelaku pasar dalam beberapa kali gelar lelang SBN baik itu SUN atau SBSN. Lelang SUN terakhir sebelum libur Idul Adha lalu, misalnya, nilai penawaran anjlok hingga lebih dari 50%.
Begitu juga gelar lelang sukuk (SBSN) sebelumnya yang juga mencatat penurunan permintaan hingga Rp20 triliun. Meski, di pasar sekunder, posisi asing di SBN masih stabil dengan mencatat kepemilikan sebesar Rp846,89 triliun per 27 Juni lalu, menjadi level tertinggi selama setahun terakhir.
Selama tahun 2023, berdasarkan data setelmen hingga. 26 Juni 2023, investor asing mencatat posisi beli neto Rp80,43 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp14,25 triliun di pasar saham, berdasarkan laporan Bank Indonesia.
Menanti Keampuhan 'Senjata' TD Valas
Tekanan yang dihadapi nilai tukar rupiah bahkan bisa lebih hebat dibandingkan Mei lalu yang telah menguras nilai cadangan devisa hingga hampir US$ 5 miliar dalam sebulan. Posisi cadangan devisa Juni bisa semakin tergerus.
BI diburu waktu untuk mengoptimalkan jurus-jurus mempertahankan nilai tukar rupiah agar tidak semakin terseret keperkasaan dolar AS. Sejauh ini, rencana BI memperbanyak pilihan tenor untuk lelang term deposit valuta asing Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga belum terealisasi.
Mengacu pada publikasi bank sentral, dalam lelang TD Valas DHE terakhir 27 Juni lalu, opsi tenor masih sebatas 1, 3 dan 6 bulan seperti lelang-lelang sebelumnya. Itu pun nilai penawaran yang masuk tercatat tidak terlalu besar yakni hanya sekitar US$ 32 juta saja.
Sejak mulai digelar awal Maret sampai sekitar 22 Juni lalu, nilai penyerapan valas DHE dari lelang tersebut baru sekitar US$1,37 miliar. Hanya seujung kuku dari nilai ekspor Indonesia yang bisa mencapai US$21 miliar per bulan, juga masih sangat kecil dibandingkan nilai transaksi valas di bank-bank baik spot, swap maupun forward yang bisa US$ 6 miliar per hari.
Rencana pemerintah memberikan aturan lebih tegas berupa pewajiban parkir valas DHE selama periode tertentu, sampai hari ini juga masih belum jelas.
Sebelumnya sempat mengemuka wacana agar rezeki runtuh harga komoditas bisa berdampak lebih nyata pada perekonomian, pemerintah akan menerapkan kewajiban repatriasi devisa hasil ekspor untuk disimpan di perbankan nasional selama periode waktu tertentu sejumlah minimal US$250.000. Akan tetapi, rencana itu menguap tanpa kejelasan. Yang sudah berjalan hanya operasi moneter dalam bentuk lelang TD Valas DHE oleh bank sentral.
Nilai tukar rupiah sepanjang semester I-2023 tercatat sebagai mata uang terbaik di Asia dengan capaian return mencapai 3,84% point-to-point, mengungguli kinerja valuta Asia lain seperti rupee India, baht Thailand maupun peso Filipina.
Return rupiah itu bisa disebut menjadi hasil dari agresivitas BI mengerek bunga acuan 225 bps selama Agustus-Januari 2023 yang memang ditujukan untuk menjaga nilai tukar dari tekanan bunga acuan global.
(rui/aji)