Pahal, kata dia, dengan melakukan hilirisasi maka penerimaan negara meningkat. Misalnya dengan dukungan hilirisasi yang dilakukan pada komoditas nikel meningkat 10 kali lipat menjadi US$ 30 miliar pada 2022 dibandingkan pada periode 2017 hingga 2018 yang hanya sebesar US$3 miliar.
"Dengan kita melakukan hilirisasi itu penciptaan nilai tambah itu sangat tinggi sekali di negara kita, contoh hilirisasi kita di nikel ekspor 2017-2018 itu hanya USD 3,3 miliar. Begitu kita menyetop eksponicle kita melakukan hilirisasi ekspor kita di Tahun 2022 itu hampir USD 30 miliar atau 10 kali lipat," ujarnya.
Ia juga menilai bahwa pemilikiran IMF soal kerugian yang dialami oleh pemerintah Indonesia setelah menerapkan hililirasi juga tak tepat. Apalagi, IMF memprediksi investasi asing atau foreign direct investment (FDI) yang masuk ke Indonesia tumbuh mencapai 19% pada 2023.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi investasi pada kuartal I/2023 mencapai US$11,96 miliar, dimana investasi asing atau FDI tumbuh 43,4% secara tahunan (yoy).
"Sekarang IMF bilang Indonesia rugi? Ini luar nalar berpikir sehat saya. Dari mana dibilang rugi?," ujar dia.
Bahkan, lanjutnya, dari hasil hilirisasi tersebut, surplus neraca perdagangan Indonesia sudah sampai 25 bulan dan neraca pembayarannya juga mengalami perbaikan. Bahlil menegaskan kembali bahwa dengan hilirisasi mampu meningkatkan pendapatan negara.
"Tahu nggak, 2021 2022 Alhamdulillah target pendapatan negara tercapai terus. Yang tahu pendapatan negara tambah atau tidak bukan IMF, tapi pemerintah Indonesia," pungkasnya.
(ibn/evs)