Saat ini, CATL mempertimbangkan mana di antara opsi lokasi tersebut yang paling siap memasok kebutuhan energi hijau hingga 600—700 MW untuk pabrik mereka. Sebab, seluruh operasional fasilitas CATL akan sepenuhnya menggunakan energi hijau.
“Itu akan memakai green energy semua. Kalau di Batang, green energy-nya sudah ada. Itu mungkin bisa [dipilih]. Penentunya adalah [ketersediaan] green energy, karena mereka pakainya tidak sedikit, sampai 600—700 MW. CATL ini perusahaan terbesar di dunia menyangkut baterai, jadi mereka tidak bikin pabrik kacang goreng di sini,” tegas Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan seluruh investasi ekosistem baterai listrik CATL di Indonesia diharapkan tuntas pada akhir 2025. “Itu roadmap-nya. Selesai 2025 akhir, itu semua sudah berproduksi sampai dengan battery cell.”
Tunggu Lampu Hijau
Sebelumnya, holding BUMN baterai PT Industri Baterai Indonesia (Persero) atau Indonesia Battery Corporation (IBC) belum bisa memastikan kelanjutan investasi pabrik CATL.
Direktur Utama IBC Toto Nugroho menyebut investasi yang bekerja sama dengan instansinya itu masih menunggu pemberian izin Pemerintah China ke konsorsium CATL. Adapun, CATL masuk ke Indonesia lewat konsorsiumnya di Indonesia, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL)
“Semua investasi yang dari China itu tergantung dari badan penanaman modal di sana, ODI [outbond direct investment],” katanya ketika ditemui usai acara peluncuran Battery Asset Management Service (BAMS) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2023).
Raksasa baterai asal China itu dikabarkan berencana untuk menanamkan modalnya senilai US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun (asumsi kurs Rp15.349 per US$) untuk pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Walaupun belum ada lampu hijau dari Pemerintah China, Toto optimistis investasi CATL di Indonesia yang akan berjalan sesuai dengan rencana. Sebelum akhir tahun ini, proyek pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik CATL dan IBC diharapkan sudah bisa dimulai.
“Kalau CATL saya rasa 2023 targetnya mining [tambang nikel] sudah masuk, industrial estate [kawasan industri] sudah masuk, battery cell [sel baterai] dan battery precursor sudah, smelting [fasilitas pemurnian nikel] masuk,” ungkapnya.
Sejauh ini, diketahui konsorsium CBL tengah mengkaji kembali studi kelayakan bersama dengan IBC berkaitan dengan penghiliran nikel lanjutan dari sisi pemurnian, prekursor, katoda, sel baterai hingga tahap daur ulang.
Masuknya CATL lewat konsorsium CBL diharapkan tidak hanya membantu pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air. Keberadaan pabrik baterai kendaraan listrik CATL diharapkan akan menjadikan Indonesia sebagai pusat industri kendaraan listrik di Asia Tenggara.
Berdasarkan data NSE Research, CATL menjadi pemasok utama secara global dengan pangsa pasar 35% pada kuartal I/2023. CATL diketahui sudah bekerjasama dengan produsen otomotif ternama, antara lain dengan Ford Motor, Honda Motor Co, BMW, Volkswagen, dan Tesla untuk memasok baterai mobil listriknya didukung oleh 13 pusat produksi.
(wdh)