Logo Bloomberg Technoz

Di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan investor asing per 26 Juni tercatat Rp 842,62 triliun. Bertambah Rp 79,71 triliun (10,45%) dibandingkan posisi awal tahun.

Selisih Yield Menyempit

Arus modal asing tetap menyebut Indonesia, meski selisih imbal hasil (yield spread) dengan obligasi pemerintah AS terus mengecil. Per 29 Juni, yield spread obligasi tenor 10 tahun kedua negara ada di 237,38 basis poin (bps), terendah sejak setidaknya 2011.

Sumber: Bloomberg

Namun, selisih yield yang menyempit berarti daya tarik pasar obligasi Indonesia menjadi lebih terbatas. Bukan tidak mungkin ini bisa membuat rupiah tertekan, dan performanya mengendur.

Apalagi ada perbedaan sikap (stance) kebijakan antara Indonesia dan AS. Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% sementara The Federal Reserve kemungkinan masih menaikkan suku bunga acuan 2 kali lagi sampai akhir tahun.

“Kami memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% sampai akhir 2023. Sementara The Fed, ECB (Bank Sentral Eropa), dan BoE (Bank Sentral Inggris) mungkin masih akan melakukan pengetatan,” tulis Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, dalam risetnya.

Perkembangan ini akan membuat suku bunga di AS kian menanjak mendekati Indonesia. Selisih yield pun menyempit, sehingga aset rupiah jadi kurang menarik.

Rupiah Bisa Melemah

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, memperkirakan tekanan terhadap rupiah akan muncul dalam bulan-bulan ini. Dalam waktu dekat, bisa saja rupiah akan menguji level Rp 15.300-15.500/US$.

Jelang dan akhir semester I biasanya adalah musim pembayaran dividen dan utang luar negeri, sehingga kebutuhan valas meningkat dan menekan rupiah. Plus, ada tambahan permintaan valas akibat musim haji. Belum lagi kebutuhan impor minyak oleh Pertamina.

“Kami memperkirakan terjadi outflow rupiah sebesar US$ 1,5 miliar pada musim haji tahun ini, dengan asumsi 220.000 jamaah. Sementara kebutuhan valas Pertamina kami perkirakan US$ 2 miliar dalam minggu-minggu ke depan,” ungkap Satria.

Secara teknikal, risiko depresiasi rupiah sudah terlihat. Dalam jangka pendek, ada kemungkinan rupiah melemah hingga ke titik resisten terdekat di Rp 15.217/US$.

Namun rupiah masih menyimpan potensi penguatan lebih lanjut. Titik support terdekat ada di Rp 14.857/US$.

Sumber: Bloomberg

(aji)

No more pages