Melihat ekonomi China yang semakin menunjukkan tanda-tanda pelemahan dalam beberapa pekan terakhir, pasar semakin mengantisipasi bakal lebih banyak dukungan kebijakan dari pemerintah.
Ekspektasi tersebut semakin dipicu oleh pemangkasan suku bunga oleh PBOC awal bulan ini, yang merupakan pemangkasan pertama sejak bulan Agustus tahun lalu. Dewan Negara, kabinet China, mengatakan sedang mempelajari langkah-langkah baru. Namun sejauh ini mereka masih belum mengumumkan langkah-langkah stimulus apa yang akan digunakan.
Prasad menyebut beberapa cara yang bisa digunakan oleh bank sentral tahun ini, termasuk mengandalkan langkah-langkah yang ditargetkan. Salah satunya seperti menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang dapat mendorong pertumbuhan dan lapangan kerja. PBOC juga dapat mempercepat ekspansi kredit oleh perbankan dan sistem keuangan non-bank.
Pemotongan suku bunga akan menjadi "bagian penting dari langkah-langkah stimulus tersebut," katanya.
Memulihkan Kepercayaan Diri
Keyakinan konsumen dan bisnis yang lesu juga menjadi masalah bagi perekonomian, yang telah terpukul selama bertahun-tahun dalam upaya pengendalian pandemi Covid. Regulasi yang keras telah memicu kekhawatiran tentang perubahan kebijakan yang tidak dapat diprediksi, yang dinilai semakin membebani aktivitas perusahaan.
Prasad mengatakan perusahaan dan investor sedang meminta pemerintah menjabarkan secara jelas pandangan mereka tentang perusahaan swasta, dan apakah mereka diizinkan untuk berkembang.
"Pemerintah tampaknya memiliki sifat yang sangat skizofrenia terhadap sektor swasta," kata Prasad. "Mereka ingin sektor swasta memainkan peran konstruktif, tetapi di saat yang sama tidak ingin sektor ini menjadi terlalu besar dan terlalu kuat. Dan menyeimbangkan hal tersebut memang menciptakan banyak ketidakpastian dalam hal kebijakan, yang menurut saya menghambat pertumbuhan."
Perusahaan juga perlu bersaing dengan lingkungan eksternal yang tidak pasti. Dalam wawancara terpisah dengan Bloomberg Television pada Kamis (29/6/2023) Prasad mengatakan kontrol ekspor yang dilakukan Amerika Serikat terhadap China membatasi kemampuan mereka untuk meningkatkan nilai tambahan ke industri teknologi tinggi dan berkembang.
"China punya kebijakan inovasi lokal, tetapi menurut saya belum siap untuk menghasilkan semua inovasi yang dibutuhkan untuk bisa benar-benar meningkatkan kemampuan bersaing secara efektif di industri baru tersebut," katanya.
Prasad juga mengatakan ia melihat banyak "kesamaan yang menghkhawatirkan" antara China dan Jepang terkait perekonomian mereka. Selama beberapa bulan terakhir, banyak ekonom China memperdebatkan apakah China berada dalam kondisi "resesi neraca". Istilah tersebut dikemukakan oleh ekonom Nomura Research Institute Richard Koo untuk menjelaskan stagnasi ekonomi berkepanjangan di Jepang yang dimulai pada 1990-an.
Prasad mengatakan, para pejabat China menyadari risiko tersebut dan secara perlahan berusaha mengatasinya melalui upaya untuk meningkatkan rantai nilai. Menyeimbangkan kembali perekonomian sehingga dapat lebih didorong oleh konsumsi dan mempromosikan sektor jasa daripada industri properti.
--Dengan asistensi dari Lucille Liu dan Stephen Engle.
(bbn)