Bloomberg Technoz, Jakarta - Nilai tukar rupiah mengalami bulan-bulan yang buruk menyusul memuncaknya permintaan valas di pasar domestik juga terutama akibat tekanan sentimen bunga acuan global. Mata uang Indonesia sempat mencetak return hingga 6% sejak awal tahun lalu, akan tetapi performa yang buruk selama Mei dan berlanjut Juni, membuat keuntungan rupiah tersisa 3,5% selama semester I-2023.
Tiga pekan ke depan akan sangat krusial bagi arah pergerakan pasar keuangan di seluruh dunia, termasuk untuk pasar saham Indonesia dan nilai tukar rupiah dengan para investor memilih bersikap hati-hati dan waspada sembari menanti rilis data-data penting terutama dari Amerika Serikat, Eropa dan China. Data-data itu akan memberi panduan lebih jelas akan arah bunga acuan Fed fund rate (FFR) di sisa tahun.

Sinyal kenaikan lebih lanjut bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) oleh Federal Reserve, bank sentral Amerika, di sisa tahun ini yang diprediksi akan dimulai Juli nanti ditambah pemburukan situasi di Zona Euro, telah membalik momentum pasar keuangan global.
"Pasar obligasi domestik bergeser dari bulish rally ke sideways. Sedangkan bursa saham [IHSG] bergerak sideways berlanjut menjadi double bottoms. Pemodal asing terus keluar dari bursa saham serta ragu-ragu masuk ke pasar obligasi RI," jelas Lionel Prayadi, Macro Strategist Samuel Sekuritas dalam catatan macro strategy weekly yang dikutip, Rabu (28/6/2023).
Sejauh ini, menurut analis, ekspektasi pasar terhadap kenaikan bunga FFR masih bertahan sebesar 25 bps selama semester I-2023. Hanya saja, itu juga akan sangat ditentukan oleh rilis data inflasi PCE Jumat pekan ini serta data inflasi CPI pada 12 Juli nanti.
Dari Eropa, kondisi inflasi di Inggris menunjukkan kegentingan hingga memaksa Bank of England, bank sentral Inggris menaikkan bunga acuan 50 bps disertai sinyal kenaikan tambahan minimal sebesar dua kali 25 bps di sisa tahun.
"Potensi kenaikan terminal rate BoE +75 bps bisa mendorong perekonomian Eropa ke jurang resesi yang lebih dalam. Di sisi lain kenaikan bunga Zona Eropa oleh ECB pada September masih tanda tanya meski untuk Juli nanti Gubernur ECB Lagarde sudah memastikan ada kenaikan," jelas Lionel.
Kesemua itu membuat kecemasan terhadap terjadinya hard landing pada semester II-2023 di Amerika maupun Eropa. "Kondisi ekonomi global masih akan terus bergejolak hingga tiga pekan ke depan di mana itu mendorong investor asing merasionalisasi portofolio mereka di Indonesia. Saat ini investor asing mengantisipasi kenaikan Fed fund rate Juli di mana bila data inflasi inti PCE di bawah 4,5% dan inflasi umum PCE di bawah 3,6%, itu bisa menurunkan probabilitas kenaikan FFR," kata analis.
Kondisi gejolak yang masih akan tinggi di pasar global itu akan berdampak langsung pada nilai tukar rupiah di mana pairing USD/IDR diprediksi akan bergerak di kisaran Rp15.000-Rp15.200/US$ hingga pertengahan Juli nanti. Adapun tingkat imbal hasil surat utang SUN/INDOGB 10 tahun juga diperkirakan akan tertekan ke rentang 6,3%-6,5%. "Investor sebaiknya bersikap waspada hingga pertengahan Juli," rekomendasi analis Samuel Sekuritas.
Berikut data-data penting dan jadwal rilis yang ditunggu oleh pelaku pasar global dalam tiga pekan ke depan:
- 28 Juni, data penjualan ritel Eropa, Indeks Kepercayaan Konsumen, PPI dan penjualan ritel
- 29 Juni, Zona Euro, rilis data Indeks Kepercayaan Ekonomi, data indeks Kepercayaan Industri dan Indeks Kepercayaan Jasa
- 29 Juni, data awal klaim pengangguran (Initial Jobless Claims) Amerika
- 29 Juni, rilis penjualan rumah Amerika (pending home sales)
- 30 Juni, China, rilis data resmi PMI Manufaktur oleh pemerintah Tiongkok
- 30 Juni, PMI Jasa angka resmi pemerintah China
- 30 Juni, data inflasi umum dan inflasi inti Eropa
- 30 Juni, data inflasi umum Personal Consumption Expenditur (PCE) dan inflasi inti PCE Amerika Serikat
- 3 Juli, S&P Global US Manufacturing, Belanja Konstruksi, ISM Manufacturing
- 5 Juli, Factory Orders Amerika Serikat
- 6 Juli, rilis Risalah Rapat The Fed - FOMC Meeting Minutes
- 7 Juli, data pengangguran Amerika
- 12 Juli, rilis data inflasi CPI, inflasi inti Amerika Serikat
- 13 Juli, rilis data PPI (Producer Price Index) Amerika, rilis data Initial Jobless Claims
- 14 Juli, data kinerja ekspor impor Amerika
- 18 Juli, data penjualan ritel AS
(rui)