Logo Bloomberg Technoz

Selama semester I-2023, level terkuat rupiah tercatat pada 28 April di posisi Rp14.670/US$, level terkuat sejak Agustus 2022. Bahkan pada tiga bulan pertama, nilai rupiah keluar sebagai mata uang Asia paling mengesankan dengan capaian penguatan hingga lebih dari 6%. 

Penguatan rupiah kala itu didorong oleh sentimen kejatuhan perbankan di Amerika yang ditengarai sebagai buntut langkah pengetatan moneter oleh The Fed. Alhasil, keruntuhan beberapa bank regional memberi harapan bahwa The Fed akan berhenti melanjutkan langkah hawkish sehingga melemahkan pamor dolar AS dan mengungkit daya tarik mata uang yang menjadi lawan, termasuk rupiah.

Di sisi lain, data ekonomi domestik juga memberi alasan penguatan bagi rupiah. Pengetatan moneter oleh Bank Indonesia sebanyak 225 bps sejak Agustus tahun lalu berhasil melandaikan inflasi lebih cepat dari perkiraan bank sentral dan para ekonom.

Mei-Juni Mengikis Capaian

Namun memasuki Mei, arah angin berubah. Rupiah yang semula tampil perkasa, perlahan kehilangan taji.

Penyebabnya kebanyakan karena tekanan sentimen bunga acuan global. Inflasi yang tak jua jinak di Negeri Paman Sam membuat pelaku pasar mengkhawatirkan pengetatan lebih lanjut akan segera dilakukan.

Di saat yang sama, permintaan dolar AS di pasar dalam negeri memasuki siklus puncak. Pada Mei, nilai utang luar negeri jatuh tempo RI diperkirakan mencapai US$4,5 miliar. Kedatangan musim pembayaran dividen korporasi juga menguras persediaan valas di pasar.

Hitungan Bahana Sekuritas, kebutuhan dividen 12 perusahaan terbuka di Bursa Efek Indonesia mencapai Rp140 triliun tahun ini, naik 20% dari tahun lalu sebesar Rp121,8 triliun. Di saat yang sama, kebutuhan impor minyak dan gas oleh PT Pertamina (Persero) dan pembelian valasnya sekitar US$2,5 miliar - US$3 miliar sebulan. 

Alhasil, selama Mei lalu, rupiah kehilangan lebih dari 300 bps secara point-to-point (month-to-date) yaitu dari posisi Rp14.670 di akhir April, ke posisi penutupan Rp14.993 pada 31 Mei lalu. Walau sebenarnya posisi itu masih lebih bagus dibandingkan rata-rata pergerakan rupiah selama empat bulan pertama 2023 di rentang Rp15.157/US$.

Tekanan yang dihadapi oleh rupiah selama Mei baik dari eksternal maupun domestik telah menguras cadangan devisa RI. Bank Indonesia melaporkan, selama Mei posisi cadangan devisa anjlok hingga hampir US$5 miliar yang mayoritas digunakan untuk menahan kejatuhan rupiah dari pelemahan lebih lanjut. 

Posisi cadangan devisa RI pada Mei 2023 mencatat penurunan terbesar sejak Maret 2020 (Bloomberg)

"Kami lebih fokus pada obat yang langsung bisa menjaga stabilitas nilai tukar yaitu dengan meningkatkan intensitas intervensi. Sehingga wajar bila nilai cadangan devisa yang bulan sebelumnya di atas US$ 144,5 miliar, turun jadi US$ 139 miliar. Kami gunakan [cadangan devisa] untuk menjaga rupiah. Cadangan devisa yang kami kumpulkan ketika terjadi aliran modal masuk [inflow] besar, kami gunakan saat ada outflow," jelas Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia dalam konferensi pers pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Kamis (22/6/2023).

Memasuki Juni, rupiah masih belum mampu keluar dari tekanan terindikasi dari jebolnya level psikologis Rp15.000/US$ dan semakin mengikis capaian penguatan sejak awal tahun menjadi tinggal 3,52% year-to-date hingga 26 Juni. Capaian itu lebih baik dibanding rupee India yang mencatat penguatan hampir 1%, peso Filipina dengan penguatan 0,63% pada periode yang sama. Terlebih dibanding baht Thailand yang mencatat pelemahan 2,09% menghadapi dolar AS.

Meski demikian, performa rupiah pada semester I-2023 adalah lebih buruk dibandingkan semester I-2022. Selama enam bulan pertama 2022 lalu, rata-rata pergerakan nilai tukar rupiah ada di kisaran Rp14.450/US$ dengan level terkuat di Rp14.258 pada 12 Februari 2022 dan terlemah di Rp14.898 pada 30 Juni 2022.

Proyeksi Semester II-2023

Dalam pernyataan terakhir, bank sentral tidak menutupi sinyalemen bahwa tekanan pada rupiah masih akan berlanjut ke depan menyusul rencana The Fed melanjutkan pengetatan moneter di sisa tahun ini. 

Para pedagang di pasar swap memprediksi, Juli nanti Fed Funds Rate akan dinaikkan ke level 5,25%-5,5% dengan probabilitas 76,9% per 27 Juni. Lalu, peluang kenaikan FFR berlanjut pada September ke level 5,50%-5,75% dengan tingkat probabilitas 11,5%.

Kenaikan FFR hingga dua kali lagi sebagaimana sinyal yang dilempar oleh Jerome Powell, Chairman Federal Reserve, akan semakin mempersempit selisih imbal hasil Indonesia dengan Amerika.

Saat ini tingkat imbal hasil atau yield surat utang (SUN/INDOGB) tenor 10 tahun di 6,281%, sedangkan yield surat utang Amerika US Treasury tenor yang sama sekitar 3,733%. Sehingga itu mencerminkan yield spread hanya 254 bps.

Selisih yield di bawah 300 bps dinilai kurang kompetitif bagi pemodal alhasil itu menjadi risiko bagi aset rupiah karena menghadapi risiko reversal atau pembalikan dana asing.

Sejauh ini, nilai modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) saat ini berada di level Rp844,16 triliun, belum mampu kembali ke level tertinggi tiga tahun terakhir pada 18 Februari 2021 lalu sebesar Rp998,21 triliun. Apalagi bila dibandingkan level sebelum pandemi yang di atas Rp1.000 triliun. 

Pada saat yang sama, tingkat yield surat utang negara setara (peers) sejauh ini lebih tinggi. Negara emerging market lain seperti negara-negara Amerika latin juga Afrika selatan mencatat selisih imbal hasil yang sangat lebar. Brasil misalnya yield spread mencapai 723 bps, lalu Meksiko 487 bps dan Afrika Selatan 815 bps.

Ini membuka risiko arus modal keluar karena secara alamiah pemodal pasti mencari aset yang memberi imbal hasil lebih tinggi.

Analisis Teknikal

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berdasarkan data Selasa (27/6/2023) dengan menggunakan indikator Moving Average (MA) untuk menentukan area level resistance, dan area level support.

Analisis teknikal nilai tukar rupiah semester II-2023 (Div. Riset Bloomberg Technoz)

Berdasarkan indikator MA, pergerakan rupiah saat ini tengah menjauhi area MA-50 dan uji support pada MA-100 yang mengindikasikan tren koreksi bisa berlanjut, apabila rupiah gagal bertahan pada support tersebut.

Terdapat level yang sangat menarik dicermati pada support psikologis pada level Rp15.000/US$. Sekaligus level ini menjadi level krusial, apabila berhasil break, maka rupiah ada potensi melemah menuju Rp15.094/US$ atau koreksi selanjutnya bisa menuju MA-200 pada area Rp15.217/US$.

Namun apabila rupiah berhasil tangguh dan kokoh di atas support psikologis pada Rp15.000/US$ hingga Rp14.900/US$, dapat menjadi konfirmasi tren penguatan sejalan dengan indikator teknikal, sedang level resistance rupiah ada pada MA-50 pada Rp14.857/US$.

Jurus Bank Indonesia

Untuk menyokong pertahanan rupiah, BI berniat mengoptimalkan operasi moneter melalui term deposit valas Devisa Hasil Ekspor dengan menambah pilihan tenor yang lebih pendek dan menambah frekuensi lelang. Yaitu, TD valas DHE overnight, tenor 2-3 hari, juga tenor 1 minggu untuk melengkapi 3 tenor yang sudah ada sebelumnya yaitu 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan.Optimalisasi operasi moneter TD valas DHE menjadi amunisi tambahan bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar selain juga dengan menjalankan strategi yang selama ini sudah berjalan.

Yaitu, intervensi langsung di pasar valas dengan transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di mana itu berpengaruh langsung terhadap naik turunnya posisi cadangan devisa RI, lalu melanjutkan twist operation di mana BI melakukan transaksi jual beli surat utang negara (SUN) jangka pendek di pasar sekunder untuk menjaga selisih imbal hasil obligasi agar tetap menarik bagi para pemodal. 

-- dengan bantuan analisis teknikal dari M. Julian Fadli.

(rui/aji)

No more pages