Penerapan UU Cipta Kerja serta UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, juga dinilai IMF sebagai bentuk kebijakan yang progresif karena mampu mempertahankan keberlanjutan momentum reformasi untuk mendorong kemudahan berinvestasi, meningkatkan pendalaman pasar keuangan, dan memitigasi dampak scarring dari pandemi.
IMF juga merespon baik strategi diversifikasi Indonesia yang fokus pada upaya hilirisasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekspor, serta komitmen otoritas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
Dalam laporan tersebut, IMF memproyeksikan bahwa kinerja ekonomi Indonesia akan tetap kuat dengan sedikit penurunan pada tahun 2023.
"Pertumbuhan diproyeksikan sedikit moderat menjadi 5% pada tahun 2023, mengingat lebih ketat pengaturan kebijakan dan normalisasi harga komoditas. Inflasi, setelah memuncak pada 6% tahun lalu, diperkirakan akan kembali ke kisaran target Bank Indonesia (3±1%) di tahun ini paruh kedua tahun 2023," tulis laporan tersebut.
IMF juga mencermati beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait ketidakpastian kondisi ekonomi dan keuangan global yang dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan.
IMF memberikan rekomendasi untuk normalisasi kebijakan fiskal dan moneter sesuai dengan kondisi sebelum pandemi, keberlanjutan kebijakan sektor keuangan yang mendukung pertumbuhan inklusif, dan reformasi kebijakan yang lebih luas untuk mendorong pertumbuhan jangka menengah.
(evs)