"Sudah bubar otomatis. Sejak di declare pak presiden semuanya bubar," tutur Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (22/6).
Adapun sebelumnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 adalah sebuah gugus tugas yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan kegiatan antarlembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak penyakit covid-19 baru di Indonesia.
Gugus tugas ini dibentuk pada 13 Maret 2020 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan berada di bawah serta bertanggung jawab langsung pada presiden Indonesia.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo ditunjuk sebagai kepala pelaksana gugus tugas ini. Lalu, lembaga ini dibubarkan pada 20 Juli 2020 berdasarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2020. Tugas lembaga ini kemudian dipindahkan dalam Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang juga berada di bawah naungan Komite Penanganan Covid-19 (KCP-PEN) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, yang di pimpin oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto.
Anggaran Dihentikan
Selain itu, Muhadjir mengungkapkan bahwa penganggaran terhadap KCP-PEN hingga Satgas Covid-19 juga telah dihentikan. Penganggaran penanganan Covid-19, menurut Muhadjir telah kembali normal, dan sisa anggaran tersebut akan kembali ke kas negara.
"Sudah selesai termasuk penganggarannya. Jadi kembali ke penganggaran normal. Karena kemarin mungkin ada refocusing untuk menangani Covid-19 dengan segala dampaknya termasuk ekonomi," ungkap Muhadjir.
Diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp1.895,61 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama 3 tahun, sejak awal mula kasus Covid-19 pada Maret 2020 lalu. Program tersebut dimaksudkan untuk memitigasi dampak pandemi. Di antaranya adalah untuk merawat pasien serta menjaga daya beli masyarakat. Hingga 2022, realisasi anggaran tersebut telah menyentuh Rp 1.631,15 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, total anggaran tersebut dibagikan kepada beberapa klustee, yakni Kesehatan, Perlindungan Sosial, Sektoral atau Pemerintah Daerah, UMKM, Pembiayaan Korporasi, dan Insentif Usaha.
Pada 2020, anggaran PEN dialokasikan sebesar Rp695,2 triliun. Realisasi hingga akhir tahun mencapai Rp 575, 85 triliun atau 82,83% dari pagu.
Alokasi terbesar adalah untuk perlindungan sosial yakni Rp230,21 triliun sementara realisasinya mencapai Rp 220,39 triliun. Termasuk di dalamnya untuk bantuan subsidi upah (BSU) kepada 2,5 juta pekerja.
Pada 2021, anggaran PEN dialokasikan mencapai Rp744,77 triliun sementara realisasinya menyentuh Rp 658,6 triliun atau 88,4% dari pagu.
Pada 2022, PEN dialokasikan Rp 455,62 triliun. Realisasi hingga 30 Desember 2022 mencapai Rp 396,7 triliun atau 87% dari pagu. Realisasi klaster kesehatan mencapai Rp 61,3 triliun, klaster perlindungan masyarakat sebesar Rp 152 triliun sementara klaster pemulihan ekonomi sebesar Rp 183,4 triliun.
Realisasi terbesar salah satunya untuk ketahanan pangan senilai Rp36,1 triliun dan klaim pasien sebesar Rp 28,8 triliun.
Perawatan Dijamin BPJS
Dengan adanya pencabutan pandemi tersebut maka anggaran dan program yang dicanangkan semasa pandemi juga resmi dicabut. Namun Muhadjir menjamin bahwa pemerintah bakal tetap memberikan bantuan atau subsidi kepada pasien Covid-19 melalui BPJS Kesehatan.
Bagi peserta BPJS yang tidak mampu, pemerintah menjamin melalui skema Penecegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). "Untuk yang tidak mampu, itu tetap akan dibantu iurannya dari pemerintah yaitu skema PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) baik dananya yang ada di pusat maupun yang ada di daerah provinsi maupun kabupaten," ujarnya.
Namun bagi peserta BPJS yang wajib bayar atau yang telah ditanggung oleh instansi dan perusahaannya maka harus tetap membayar pengobatan atau perawatan.
"Mereka yang berasal dari instansi dari perusahaan itu akan ditanggung iurannya oleh perusahaan atau kalau dia seorang pengusaha sendiri juga atau pengusaha mandiri dia juga akan menanggung iuran BPJSnya sendiri," tuturnya.
(ibn/ezr)