Logo Bloomberg Technoz

Stimulus BI untuk Dorong Ekonomi Kala Rupiah dalam Tekanan

Ruisa Khoiriyah
22 June 2023 17:30

Gubernur BI, Perry Warjiyo Mengumumkan RDG Bulanan Bulan Juni 2023. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Gubernur BI, Perry Warjiyo Mengumumkan RDG Bulanan Bulan Juni 2023. (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Bank Indonesia memilih mempertahankan bunga acuan di level tinggi selama lima bulan berturut-turut di tengah kian tingginya ketidakpastian global yang mengancam stabilitas nilai tukar rupiah. Posisi BI7DRR di 5,75% kemungkinan akan bertahan cukup lama hingga BI mengimbangi dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi domestik melalui pengucuran stimulus likuiditas demi mendorong pertumbuhan kredit perbankan.

Bank Indonesia memutuskan mempertahankan bunga acuan di level 5,75% yang sudah berlangsung sejak Januari lalu di tengah inflasi yang sudah terjangkar. Keputusan itu tidak terlepas dari masih tingginya ketidakpastian ekonomi global utamanya yang berpusat di Amerika Serikat dan China.

Pernyataan tegas Federal Reserve yang kembali ke jalur pengetatan moneter dengan peluang kenaikan bunga acuan dua kali lagi sampai tutup tahun ini, dapat memicu instabilitas nilai tukar. Pasalnya, pada saat bersamaan, pemulihan ekonomi Tiongkok yang jauh dari harapan telah memupus energi mata uang emerging market sehingga potensi risiko pelemahan mata uang negara-negara berkembang, termasuk rupiah, semakin besar dalam menghadapi dominasi dolar Amerika.

Dalam lanskap ketidakpastian global yang masih begitu tinggi, penurunan inflasi domestik yang sudah terjangkar di target atas bank sentral tidak bisa serta merta mendorong bank sentral berbalik melonggarkan moneter melalui pengguntingan bunga acuan.

Rupiah mengalami tekanan sejak Mei lalu (Bloomberg)

Justru sebaliknya, proyeksi kenaikan bunga acuan global baik itu oleh Federal Reserve (estimasi 5,5% pada Juli), Bank of England dan European Central Bank, memaksa BI lebih berhati-hati lagi mempertahankan stance kebijakan di tengah risiko tekanan nilai tukar yang membesar seiring potensi penyempitan selisih yield surat utang RI dan Amerika.