Kenaikan tajam itu mengindikasikan adanya ekses likuiditas di sistem yang belum tersalur menjadi kredit menyusul permintaan kredit baru oleh korporasi yang masih rendah.
Dewan Gubernur BI juga akan memaparkan kondisi terkini neraca pembayaran Indonesia serta kecukupan cadangan devisa. Pada Mei lalu, nilai cadangan devisa Indonesia mencatat penurunan terbesar di Asia dan menajdi penurunan terbanyak sejak pandemi pertama kali meletus pada Maret 2020. Yaitu hingga US$ 4,9 miliar.
Apa kata ekonom Bloomberg Economics?
"Kami perkirakan BI7DRR akan dipertahankan di 5,75% sementara langkah berikutnya kemungkinan adalah pengguntingan bunga di mana itu terlalu cepat bila dilakukan sekarang. Perbedaan suku bunga yang semakin sempit akan mengerosi pendukung utama rupiah"
Tamara M. Henderson, Ekonom Bloomberg Economics.
Langkah pengetatan moneter yang ditempuh oleh BI sejak Agustus hingga Januari lalu memang ditujukan untuk mendukung stabilitas nilai tukar, menurut Bloomberg Economics. Aliran modal asing ke Indonesia sejauh ini masih relatif kecil dan rapuh dengan risiko pembalikan keluar sejurus dengan tekanan sentimen eksternal.
Selisih yield surat utang RI dengan US Treasury sejauh ini masih di bawah 300 bps, dinilai kurang kompetitif bagi pemodal untuk membeli surat utang RI. Para investor akan lebih memilih US Treasury searah dengan peringkat kredit dan risiko investasi aset Amerika yang sejauh ini masih mengungguli aset rupiah.
Apabila selisih yield semakin sempit, pemodal asing tidak akan segan hengkang dari Indonesia dan membuat nilai tukar rupiah semakin terperosok. Dampak pelemahan nilai tukar bisa kemana-mana dan melukai capaian perekonomian domestik yang sejauh ini cukup stabil.
Pekan lalu, pemodal asing mencatat net sell Rp2,38 triliun dari pasar keuangan RI, yaitu Rp640 miliar di pasar SBN dan Rp1,74 triliun di pasar saham, menurut data Bank Indonesia.
(rui)