Mengutip Bloomberg News, koreksi harga emas disebabkan oleh arah kebijakan moneter terutama di Amerika Serikat (AS). Malam tadi waktu Indonesia, Ketua The Federal Reserve/The Fed Jerome Powell memberikan paparan di hadapan House of Representatives atau DPR AS.
Di hadapan Kongres, Powell kembali menegaskan posisi bank sentral seperti yang dikemukakan usai rapat pekan lalu. Dia menyebut The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga acuan lagi untuk meredam tekanan inflasi.
“Saya dan kolega memahami kesulitan yang disebabkan oleh inflasi. Kami berkomitmen kuat untuk membawa inflasi menuju target 2%.
“Hampir seluruh anggota FOMC (Federal Market Open Committee, komite pengambil kebijakan The Fed) memperkirakan bahwa masih layak untuk menaikkan suku bunga acuan sampai akhir tahun ini. Menurunkan inflasi membutuhkan periode pertumbuhan ekonomi di bawah tren dan pelonggaran pasar tenaga kerja,” papar Powell.
Prospek kenaikan suku bunga adalah kabar buruk bagi emas. Sebab, emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset) sehingga kurang menarik dalam iklim suku bunga tinggi.
Kenaikan suku bunga juga berpotensi membuat dolar AS menguat. Saat dolar AS terapresiasi, harga emas kerap bergerak sebaliknya.
Ini karena emas adalah aset yang dibanderol dalam dolar AS. Ketika dolar AS menguat, emas jadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Permintaan emas akan turun, dan harga pun mengikuti.
‘Kami memperkirakan suku bunga masih akan naik. Namun sepertinya kita sudah hampir selesai, sehingga saya yakin bahwa koreksi akan berakhir dan harga emas bisa naik,” tegas Ole Hansen, Head of Commodities Strategy di Saxo Bank AS, dalam wawancara bersama Bloomberg Television.
(aji)