Selain itu, masuknya valas akan mendorong peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK) sehingga mendorong kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit valas. Kondisi valas yang mencukupi itu dinilai mampu membuat LDR perbankan tetap rendah.
“Menarikanya kalau kita lihat 2022 lalu, data menyebutkan neraca perdagangan kita surplus US$ 54 miliar tapi kalau bapak ibu lihat data perbankan penambahan TD Valas US$7 miliar. Ada banyak faktor kenapa dana itu tidak masuk ke kita, persaingan memperebutkan DHE sangat besar bukan hanya regional tapi juga di luar negeri,” katanya.
Andry memaparkan hal itu tidak hanya dipengaruhi oleh kepercayaan investor terhadap perekonomian nasional, namun juga karena harga (pricing). Bank-bank di luar negeri mampu menawarkan tingkat bunga yang lebih menarik. Bank-bank tersebut merespon kenaikan Fed Fund Rate tahun lalu yang sangat pesat, yakni hingga 4,5%. Hal ini membuat suku bunga valas di perbankan luar negeri lebih menarik daripada bank di dalam negeri.
“Ini menyebabkan derasnya aliran dana ke bank-bank Singapura, bahkan salah satu bank terbesar Singapura bisa meminjamkan dana ke MAS (Monetary Authority of Singapore),” katanya.
Secara umum, Andry menilai pada tahun 2023 surplus perdagangan masih cukup besar meski berpotensi menurun dibandingkan tahun 2022. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekspor dan impor yang terus melambat.
“Potensi ekspor masih cukup besar, total ekspor selama Q1 2023 mencapai USD$67,1 miliar dan diperkirakan ekspor SDA pada Q1 mencapai USD$43,8 miliar,” katanya.
(krz/evs)