Rupiah juga tertekan oleh memuncaknya permintaan dolar sejak bulan lalu. Permintaan valas mencapai puncak menyusul kedatangan musim haji, musim pembayaran dividen korporasi dan pembelian valas oleh PT Pertamina.
Perhitungan Bahana Sekuritas, arus keluar untuk permintaan valas jemaah haji mencapai US$1,5 miliar. Sedangkan kebutuhan valas Pertamina diperkirakan mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp30,09 triliun. Selain itu, ada juga permintaan valas dari kebutuhan pembayaran dividen oleh korporasi di bursa domestik. Beberapa emiten tercatat menggelontorkan dividen Juni ini, sedikitnya 20 perusahaan dengan cum date sampai 12 Juni lalu.
Rupiah juga tertekan kekhawatiran pasar terhadap anjloknya nilai surplus neraca dagang yang sangat signifikan yaitu dari sebesar US$6,5 miliar per April 2023, menjadi US$400juta pada Mei lalu. Anjloknya nilai surplus memantik kekhawatiran tak terkendalinya defisit neraca berjalan.
Terlebih Mei lalu nilai cadangan devisa RI mencatat penurunan tajam, paling besar sejak pandemi meletus pada Maret 2020 dengan penurunan sampai US$4,9 miliar. Bahkan selama Mei lalu, penurunan cadev Indonesia adalah yang terbesar di Asia.
Analis Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro memperingatkan, dengan kondisi cadev yang semakin terkuras, perlunya keseimbangan yang hati-hati dalam tindakan intervensi selanjutnya oleh BI dalam menghadapi depresiasi saat ini.
"Setelah permintaan dolar AS memuncak Mei-Juni ini, tekanan ke rupiah akan mereda namun ada alasan bersikap defensif dalam waktu dekat karena USD/IDR mungkin pertama kali akan menguji level Rp15.300-Rp15.500/US$, sebagian besar dipengaruhi oleh faktor domestik," jelas Satria.
(rui/frg)