Logo Bloomberg Technoz

Di mata Kowal, pemerintah China "masih sangat otokratis dengan pusat sebagai pemegang kebijakan tunggal yang hanya ramah pada pasar bila itu sesuai dengan agenda mereka,” jelasnya.

Apakah China benar-benar telah berubah menjadi tempat tujuan investasi yang menarik adalah salah satu pertanyaan kunci yang dihadapi oleh para fund manager global tahun ini. Tanda-tanda perlambatan ekonomi global akibat kebijakan hawkish bank sentral yang dengan cepat membebani pasar di seluruh dunia, menjadikan kisah kebangkitan China sebagai titik terang dalam lanskap investasi kian gelap pada 2023. 

Beijing telah menunjukkan sedikit perhatian pada para investor global ketika mereka merilis serangkaian tindakan keras pada perusahaan-perusahaan yang paling menguntungkan sejak pandemi meletus pada 2020. Ketidakpercayaan dan kebingungan terhadap arah kebijakan Partai Komunis China yang meningkat setelah Rusia menyerang Ukraina, beriringan juga pilihan kaku Xi menerapkan kebijakan zero Covid yang membuat pasar China makin ditinggalkan. 

Para pengelola dana yang berbasis di Amerika tetap mengkategorikan China sebagai underweight dalam tiga arahan utama: pasar negara berkembang, Asia di luar Jepang dan ekuitas global. Menurut analis Gilbert Wong dalam catatan riset bulan ini, hal itu tidak terlepas dari pandangan mereka yang lebih konservatif terkait pertumbuhan jangka panjang China.

Jean Van de Walle, seorang pengelola dana kawakan di pasar negara berkembang yang mengelola sekitar US$ 100 juta di Sycamore Capital, meragukan bahwa saham-saham China bisa terus mencetak performa apik. “China terlalu besar, mudah berubah dan tidak pasti,” kata Van de Walle. Menurutnya, China saat ini tak lain sebuah negara dengan pertumbuhan ekonomi moderat dengan tingkat tantangan tinggi yang diperparah oleh ketidakpastian kebijakan dan retorika kemandirian ideologis yang makin meningkat.

Pesimisme terhadap aset China agaknya menjadi “kualitas Amerika yang unik”, menurut  Kepala Investasi Krane Funds Advisors Brendan Ahern. Kewaspadaan terhadap aset China mencapai puncaknya pada Oktober ketika Xi mengamankan masa jabatan ketiga sebagai presiden yang dikelilingi secara eksklusif oleh sekutu dekat. Xi dilihat tidak memberikan tanda-tanda akan menghentikan agenda “kemakmuran bersama” yang membuatnya memakai kontrol negara yang lebih besar terhadap perusahaan dan ekonomi. 

Dalam pandangan beberapa analis, perubahan kebijakan baru-baru ini yang bertolak belakang hanyalah perubahan taktis untuk menghidupkan lagi pertumbuhan, sementara akan ada batasan baru yang diterapkan untuk sektor swasta. 

Dalam jangka pendek, tentu ada banyak alasan bagi pasar China untuk bullish. Pemerintahan Xi telah melonggarkan kebijakan zero Covid, membuka kembali perbatasan, menyelesaikan permasalahan dengan raksasa-raksasa teknologi negeri itu dan mengurangi deleveraging industri properti.

Ketegangan geopolitik juga mereda ketika hubungan perdagangan utama dengan Australia dilanjutkan. Utusan luar negeri Beijing juga berbicara dengan koleganya di AS. Lebih dari itu, valuasi aset China juga masih relatif rendah dibandingkan aset di pasar AS yang sudah mahal.  

“Perdagangan China mungkin adalah kisah termudah di dunia saat ini,” kata Rob Mumford, fund manager pasar berkembang GAM Hong Kong. “Tiba-tiba Anda mendapati semua narasi utama menjadi positif sekaligus di tengah harga yang tengah tertekan.”

Walau begitu, Mumford mengatakan banyak orang di pasar tetap waspada. Berinvestasi di China setelah rebound masih menjadi masalah besar bagi para pengelola dana global, sebagian karena masih ada ketidakpastian apakah kebijakan dan prioritas ekonomi Xi sebenarnya telah benar-benar berubah atau tidak.

(rui/aji)

No more pages