Sisa Rp 45 triliun berasal dari konversi saham seri B di BRI dan Bank Mandiri. Modal ini ditetapkan pada 23 Desember 2021.
Dalam pembentukannya, mandat INA adalah menumbuhkan dan mengoptimalkan aset kelolaan secara jangka panjang dan berkontribusi terhadap pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Fokus investasi INA adalah:
-
Infrastruktur dan logistik.
-
Digitalisasi dan infrastruktur digital.
-
Properti dan pariwisata.
-
Pertanian.
-
Jasa Keuangan.
-
Kesehatan.
-
Energi bersih dan transformasi.
Dalam Laporan Tahunan 2022, INA mencantumkan berbagai portofolio investasinya. Pertama adalah di sektor telekomunikasi, dengan kepemilikan saham di PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL). INA kini memiliki 4,18 miliar unit saham MTEL, porsinya 5%.
Kedua adalah akuisisi 2 tol milik PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) senilai US$ 400 juta. Ketiga adalah pinjaman investasi kepada Traveloka senilai US$ 300 juta, bersama dengan BlackRock dan beberapa pihak lainnya.
“Dengan dukungan finansial ini, Traveloka mampu melanjutkan ekspansi, terutama di Indonesia. Online Travel Agencies (OTA) memainkan peran penting di sektor pariwisata nasional, dengan penetrasi pasar yang meningkat terutama selama pandemi, dari 24% menjadi 33% pada 2021,” tulis Laporan Tahunan INA 2022.
Keempat adalah investasi di PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF). Per 27 Desember 2022, total investasi INA di Kimia Farma dan Kimia Farma Apotek bernilai Rp 1,9 triliun.
SWF Norwegia dan China Bisa 'Beli' Indonesia
INA masih muda, sehingga aset yang dikelola masih relatif kecil dibandingkan dengan SWF negara lain. Saat ini, SWF dengan dana kelolaan terbesar di dunia adalah Norway Government Pension Fund Global (Norwegia). Total aset yang dikelola mencapai US$ 1,37 triliun.
Dengan asumsi US$ 1 sama dengan Rp 14.994 seperti kurs referensi Bank Indonesia (BI) 19 Juni 2023, maka aset yang dikelola SWF Norwegia itu mencapai Rp 20.568,97 triliun.
Sebagai gambaran, nilai perekonomian Indonesia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2022 adalah Rp 19.588,4 triliun. Jadi, kalau mau, SWF Norwegia bisa 'membeli' Indonesia dan masih punya uang lebih.
SWF Norwegia mengelola dana yang didapat dari minyak. Dana yang dikelola dimanfaatkan untuk berbagi investasi.
Untuk investasi fisik, SWF Norwegia memiliki 242.000 kaki persegi properti di Cambridge (Inggris). Nilainya adalah US$ 101 juta. Kemudian ada gedung Sony Center di Jerman yang bernilai US$ 714,2 juta.
Total investasi fisik yang dimiliki SWF Norwegia ada 59 unit dengan nilai US$ 20,3 miliar. Terbanyak ada di Eropa dengan US$ 10,5 miliar, disusul Amerika Utara US$ 8,6 miliar, dan Asia-Pasifik US$ 1,2 miliar. Demikian disarikan dari catatan Bloomberg.
SWF terbesar kedua adalah China Investment Corporation. Total aset yang dikelola adalah US$ 1,35 triliun (Rp 20.187,29 triliun). Lagi-lagi lebih besar ketimbang PDB Indonesia.
Total investasi fisik SWF China lebih besar dibandingkan Norwegia, yaitu US$ 104,6 miliar yang terbagi dalam 104 unit, menurut catatan Bloomberg. Investasi fisik terbanyak berlokasi di Asia-Pasifik yaitu US$ 46,8 miliar.
Disusul kemudian di Eropa (US$ 31,1 miliar), Amerika Utara (US$ 17 miliar), Amerika Selatan dan Tengah (US$ 9,3 miliar), serta Timur Tengah (US$ 244,8 juta).
(aji/roy)