Hasil paling positif adalah janji untuk terus berkomunikasi, termasuk soal rencana Menteri Luar Negeri China Qin Gang berkunjung ke Washington dalam beberapa bulan ke depan. Sejumlah pejabat AS seperti Menteri Keuangan Janet Yellen dan utusan khusus presiden AS untuk iklim John Kerry, diperkirakan akan melakukan perjalan ke China dalam waktu dekat.
Di luar itu, diskusi antara kedua negara menghasilkan sejumlah kesimpulan khusus. AS dan China membahas soal peningkatan penerbangan, dan perlunya lebih banyak pertukaran pelajar dan pemimpin bisnis meskipun belum ada penawaran konkret. Namun, AS tidak mendapatkan satu hal yang benar-benar mereka inginkan: pemulihan komunikasi antara militer kedua negara yang diputus oleh China setelah Ketua DPR AS saat itu, Nancy Pelosi, berkunjung ke Taiwan pada Agustus 2022.
'Kesenjangan Penting'
Melanjutkan sejeumlah percakapan dianggap sebagai keberhasilan dan pertanda lain tentang betapa buruknya hubungan antara China dan AS. Ancaman mengintai di setiap sudut yang bahkan dapat menggagalkan kemajuan sederhana, seperti Taiwan, hak asasi manusia, asal mulai pandemi virus corona, kebijakan semikonduktor, dan masih banyak lainnya.
"Jika melihat harapan realistis Blinken dan timnya untuk kunjungan tersebut, semua tercapai. Dan terus terang, Anda bahkan bisa mengatakan pertemuan tersebut melebihi ekspektasi," kata Wendy Culter seorang diplomat veteran dan negosiator perdagangan AS. "Sehingga, ketika Anda menguraikan apa yang diumumkan secara publik, ada beberapa celah penting. Termasuk langkah apa yang selanjutkan akan dilakukan, di luar kunjungan balasan dari Menteri Luar Negeri Chinga ke AS."
Mengingat keadaan hubungan AS dan China saat ini, dengan peringatan mantan Menteri Luar Negeri Henry Kissinger tentang kemungkinan konflik militer jika tidak ada evaluasi, pertemuan rutin kemungkinan akan meyakinkan negara-negara di kawasan yang khawatir tentang potensi perang. Kunjungan Blinken mempersiapkan panggung bagi kemungkinan pertemuan Biden dan Xi Jinping di KTT G-20 yang akan digelar di India pada September. Kunjungan tersebut juga memuluskan jalan bagi pemimpin China untuk mengunjungi AS di forum Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada November.
"Dia (Blinken) melakukan pekerjaan yang luar biasa," kata Biden saat ditanya wartawan soal perjalanan Blinken. "Kami berada di jalur yang benar saat ini."
Perjalanan Blinken seharusnya dijadwalkan pada Februari lalu. Namun, rencana tersebut dibatalkan di tengah kehebohan atas dugaan balon mata-mata China melayang di atas wilayah AS. Saat Blinken ke Beijing, mitra AS memohon kepada kedua pihak untuk melakukan pembicaraan yang baik walaupun tetap realistis.
"Anda pergi dengan dukungan penuh dari kami," kata Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan kepada Blinken saat konferensi pers di hari keberangkatannya. Ia kemudian langsung menoleh kepada wartawan dan berkata, "Namun setelah mengatakan hal itu, berbicara sebagai diplomat, saya ingin mengajukan permohonan ini: Tolong jangan terlalu membebani Tony yang malang."
Tantangannya terlihat jelas selama knjungan Blinken. Suasana tegang saat Qin, Menteri Luar Negeri China, bertemu Blinken di pintu masuk sebuah vila di kompleks tamu Diaoyutai. Lokasi tesebut merupakan bekas taman kekaisaran, tempat pejabat China menjamu penjabat asing. Mereka memasang tanda peringatan agar pengunjung tidak "berpakaian ceroboh" dan mengintip dari jendela.
Keduanya duduk di meja panjang bersama para ajudan, hampir semuanya memakai masker. Salah satu penasihat kebijakan utama Blinken tidak melepas kacamata hitamnya sebelum duduk, dan difoto berhadapan dengan delegasi China yang terlihat siap untuk lebh dari sekadar diplomasi.
Keesokan paginya, Menteri Luar Negeri berangkat untuk menemui Wang Yi, pejabat kebijakan luar negeri tertinggi dalam sistem Partai Komunis, yang berkonflik dengan Blinken selama bertahun-tahun.
Wang sedang menanti dengan wajah kaku dan keduanya hampir tidak berbicara sebelum mereka duduk. China mengeluarkan rilis setelah rapat tersebut dan menyalahkan "persepsi salah" AS tentang bangsanya sebagai akar dari ketegangan di antara dua negara.
Kesengsaraan Ekonomi
Tetap saja, China punya alasan untuk meredakan ketegangan.
Beijing menghadapi tantangan setelah AS memblokir akses China ke cip berteknologi tinggi untuk menggagalkan kemajuan militernya, juga menekan Xi Jinping mengutuk invasi Rusia ke Ukraina. Ketegangan geopolitik juga menghalangi investasi asing karena ekonomi China menghadapi sejumlah tantangan. Seperti Goldman Sachs Group Inc. yang pada Minggu (20/6/2023) memangkas perkiraan pertumbuhan tahun ini di China menjadi 5,4% dari sebelumnya 6%.
"Kondisi ekonomi China tidak baik," kata George Magnus, peneliti di Pusat China Universitas Oxford kepala Bloomberg TV. "Ia ingin mengajukan banding, dan dianggap konstruktif bagi mitra Global South."
Sementara Xi Jinping membiarkan Blinken menunggu hingga menit-menit terakhir, ia memberikan sambutan kepada mantan CEO Microsoft Bill Gates pekan lalu. Ia menjanjikan kerja sama dalam bidang teknologi dan pencegahan pandemi.
'Washington Hawks'
Dalam konferensi pers setelah perjalanannya ke Beijing, Blinken menekankan bahwa AS tidak ingin membatasi China, tudingan yang dibuat oleh Xi Jinping awal tahun ini. Blinken menekankan bahwa derisking (pengurangan risiko) berbeda dari decoupling (pemisahan), mencatat bahwa AS dan China memiliki rekor perdagangan hampir US$700 miliar tahun lalu. Banyak tokoh telah berkunjung ke China beberapa pekan terakhir, termasuk CEO Tesla Elon Musk dan CEO JPMorgan Chase & C. Jamie Dimon.
Namun tetap saja, lingkungan politik AS menjelang pemilu tahun depan, ditambah dengan kekhawatiran yang lebih luas di antara sekutu AS soal China, membatasi seberapa jauh kedua pihak dapat melangkah.
Biden menghadapi sikap hawkish yang meningkat di dalam negeri, seperti yang terlihat pada pengumuman Senin (19/6/2023) bahwa empat anggota parlemen AS akan berkunjung ke Detroit dalam upaya mendorong Ford Motor Co. dan General Motors Co. mengurangi pasokan ke China. Hal ini memperlihatkan dorongan yang lebih luas dari para pemimpin dunia untuk meringankan apa yang disebut Kanselir Jerman Olaf Scholz sebagai "ketergantungan berbahaya" yang dibangun di sejumlah sektor seperti bahan mentah.
Pendapat Washington tentang China memang memburuk, sehingga banyak anggota parlemen menentang pembicaraan apapun. Salah satu anggota DPR Michael McCaul melihat perjalanan Blinken sebagai sinyal dari "upaya yang sesat dan rabun dalam memperbaiki hubungan" yang dilakukan oleh pemerintahan Biden.
Di Beijing juga ada sedikit ketegangan, termasuk tuntutan agar AS mencabut sanksi terhadap Menteri Pertahanan Li Shangfu sebelum melanjutkan pembicaraan ke militer tingkat tinggi. Segera setelah pesawat Blinken meninggalkan Beijing, Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan pendapat bernada suram, menggambarkan pertemuan Xi Jinping sebagai murni menunjukkan "rasa hormat" dan menyalahkan AS atas konflik kedua negara.
"Tidak ada pengaturan ulang yang akan terjadi, atau bahkan mungkin terjadi," tulis Richard Fontaine kepala eksekutif Center for a New American Security pada Twitter-nya. "Bahkan kerja sama di bidang terkait kepentingan bersama secara teoretis seperti perubahan iklim, kesehatan global, hingga nonproliferasi, sangat sulit dilakukan ketika sebagian besar hubungan didasarkan pada persaingan dan upaya untuk mencapai keuntungan."
--Dengan asistensi dari Philip Glamann.
(bbn)