Bloomberg Technoz, Jakarta - Mata uang Indonesia rupiah diperkirakan belum akan mampu bangkit hari ini melawan penguatan dolar Amerika. Setelah sempat menembus level psikologis Rp15.000/USD$, nilai tukar rupiah hari ini semakin kehabisan tenaga melawan aksi jual pemodal di pasar yang berburu aset dolar AS.
Pairing USD/IDR kemarin ditutup menguat 60 poin membuat nilai tukar rupiah melemah ke level Rp14.995/US$. Belum ada sentimen yang mampu memberi penguatan pada mata uang Garuda untuk bergerak menuju level resistance.
Untuk prediksi hari ini, secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan, bersamaan sudah breakout dan menjauhi support MA-50 nya.
Kali ini target koreksi menuju area MA-100 pada level Rp15.021/US$ sebagai support terkuat nilai rupiah. Adapun apabila kembali break support tersebut, berpotensi melanjutkan pelemahan ke Rp15.055/US$.
Jika nilai rupiah terjadi penguatan, resistance terdekat pada level Rp14.952/US$ dan resistance selanjutnya pada level Rp14.915/US$.

Hari ini pemerintah menggelar lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara dengan target indikatif Rp7 triliun. Kemarin, seperti biasa jelang berlangsungnya sukuk, aksi jual investor telah menaikkan yield atau tingkat imbal hasil. Mayoritas yield Surat Utang Negara (SUN/INDOGB) meningkat dengan SUN 10 tahun bergerak naik ke 6,334% kemarin.
Pelaku pasar juga mengkhawatirkan arah bunga acuan Amerika usai pernyataan hawkish Federal Reserve pekan lalu. Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers FOMC pekan lalu memang menegaskan, otoritas moneter membutuhkan kenaikan bunga acuan setidaknya dua kali lagi agar target inflasi negeri itu bisa terus dijinakkan mendekati target.
Pernyataan super hawkish itu menandai kembalinya lagi The Fed ke jalur pengetatan moneter yang sudah dimulai sejak awal 2022 lalu dan sempat goyah menyusul kejatuhan perbankan Maret lalu dan diikuti jeda kenaikan bunga acuan bulan ini.
Berdasarkan survei yang digelar oleh Bloomberg, pasar memperkirakan Federal Funds Rate belum bisa turun sampai 2024. Hasil survei MLIV Pulse yang melibatkan 223 responden, 70% menyebut The Fed belum selesai dengan kenaikan suku bunga acuan. Hanya 30% yang menyatakan suku bunga acuan sudah mencapai puncak.
Saat ditanya kapan The Fed bisa menurunkan suku bunga, 56% responden memperkirakan batu akan terjadi paling cepat kuartal II-2024. Sementara 35% memperkirakan pada kuartal I-2023 dan sekitar 10% menyebut kuartal IV-2023.
Di sisi lain, konsumen di Amerika Serikat cenderung optimistis negeri itu bisa terhindar dari resesi (soft landing) pada semester kedua tahun ini, berdasarkan hasil survei konsumen Universitas Michigan. Terindikasi dari indeks sentimen konsumen yang naik dari 59,2 pada Mei menjadi 63,9 di Juni ini.
Konsumen AS juga optimistis perbaikan kondisi pada enam blan ke depan, tecermin dari kenaikan indeks dari 55,4 pada Mei menjadi 61,3, bulan ini. Sementara itu, ekspektasi inflasi konsumen untuk setahun ke depan juga turun melebihi konsensus menjadi 3,3%.
(rui)