Ketua KPK Firli Bahuri pun membeberkan aliran uang yang diduga hasil korupsi tersebut. Berdasarkan hasil penyidikan, para pelaku menggunakan dana tukin fiktif tersebut untuk ibadah umrah hingga memuluskan pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
"Untuk keperluan pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp1,035 miliar," kata Firli saat konferensi pers, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, menurut dia, uang korupsi tersebut digunakan sebagai dana taktik operasional kegiatan kantor, sumbangan nikah, dan tunjangan hari raya (THR). Mereka juga menggunakannya untuk keperluan pribadi seperti pengobatan; umrah; serta pembelian aset berupa tanah, rumah, lapangan voli dalam ruangan, mess atlet, kendaraan, dan logam mulia.
Sembilan pegawai ESDM yang menjadi tersangka adalah Sub Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio; Staf PPK Lernhard Febian Sirait; Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo; dan PPK Haryat Prasetyo.
Selain itu, Operator SPM Beni Arianto; Penguji Tagihan Hendi; PPABP Rokhmat Annashikhah; serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine.
Kasus ini bermula saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221 miliar selama 2020—2022.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai ketentuan.
Dalam proses pengajuan anggaran diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung serta melakukan manipulasi. Di antaranya pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Priyo Andi meminta Lernhard agar dana diolah dengan sebutan 'untuk kita-kita aman.'
"Sehingga dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp1,3 miliar; tetapi dibayarkan sebesar Rp29 miliar yang menyebabkan terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720," kata Firli.
(rez/wdh)