Logo Bloomberg Technoz

Seperti halnya ekspor, angka impor juga jauh lebih baik dari dugaan. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan median proyeksi pertumbuhan impor Mei 2023 sebesar -9% yoy.

Secara bulanan (month-on-month/mtm), impor melonjak 38,65%.

Sumber: BPS

Sudah Saatnya Optimistis?

Di satu sisi, data ini memberikan optimisme. Kenaikan ekspor terjadi setelah 2 bulan sebelumnya mencatatkan kontraksi (pertumbuhan negatif). Sedangkan impor mampu tumbuh positif untuk kali pertama dalam 4 bulan terakhir.

Ini tentu memberi harapan bagi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab, ekspor adalah salah satu penyumbang utama Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi pengeluaran, selain konsumsi rumah tangga dan investasi.

Sementara impor menunjukkan geliat industri dalam negeri. Maklum, lebih dari 90% impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang digunakan untuk keperluan produksi industri domestik.

Industri adalah penyumbang terbesar PDB dari sisi lapangan usaha. Sehingga saat impor naik, artinya industri sedang bergairah dan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Namun di sisi lain, kewaspadaan tidak boleh mengendur. Edi mengakui bahwa peningkatan ekspor dan impor pada Mei 2023 adalah siklus musiman usai musim Ramadan-Idul Fitri.

“Dalam 3 tahun terakhir, pertumbuhan ekspor terutama sebulan pasca liburan itu selalu meningkat. Kemudian 3 tahun terakhir ini, seperti yang terjadi pada ekspor, setelah libur lebaran impor selalu menunjukkan pola yang meningkat,” ungkap Edi.

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menyuarakan hal senada. Kenaikan ekspor dan impor dinilai sebagai fenomena sesaat dan musiman, karena praktis dunia usaha menyesuaikan kegiatan mereka saat Ramadan-Idul Fitri. Selepas itu, aktivitas ditingkatkan untuk mengompensasi penurunan tersebut.

“Dunia usaha menyesuaikan diri dengan hari kerja yang berkurang pada April karena libur lebaran,” sebut Satria dalam risetnya.

Ke depan, tambah Satria, ketidakpastian masih tinggi. Investasi kemungkinan masih akan melambat sehingga menurunkan impor bahan baku/penolong dan barang modal. Minimnya investasi kemudian akan berdampak kepada penurunan produksi dan juga ekspor.

“Pelambatan investasi akan menekan impor barang modal dan bahan baku/penolong dalam beberapa bulan ke depan. Pertumbuhan kredit juga melambat, dan ini bahkan dampak pengetatan moneter belum sepenuhnya terasa dan akan lebih kentara pada semester II,” tegas Satria.

(aji)

No more pages