Bloomberg Technoz, Jakarta – Mulai tahun depan, pemerintah akan mulai membatasi pembelian gas minyak cair atau liquified processed gas (LPG) tabung 3 kg menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Nantinya, hanya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau masyarakat miskin yang boleh membelinya.
Pembatasan tersebut merupakan upaya pemerintah metransformasi subsidi LPG tabung 3 kg, dari yang sebelumnya berbasis komoditas menjadi berbasis orang atau penerima manfaat. Transformasi ini juga tentu saja akan mengurangi porsi subsidi LPG tabung 3 kg yang selama ini memiliki porsi yang besar
Dengan adanya pembatasan tersebut, tentu saja jumlah pengguna LPG nonsubsidi akan bertambah. Terlebih, tak bisa dimungkiri selama ini masih banyak kelompok masyarakat mampu hingga pelaku usaha berskala menengah yang menjadi pengguna LPG tabung 3 kg.
Mereka menggunakan LPG tabung melon -sebutan untuk LPG tabung 3 kg- lantaran harga LPG nonsubsidi harganya merangkak naik dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, saat ini harga LPG tabung 12 kg sudah menyentuh angka Rp270.000 di tingkat pengecer.
Harga LPG nonsubsidi kian tak terkontrol lantaran tidak adanya acuan harga berupa Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah atau PT Pertamina (Persero). Tentu, hal ini akan sangat membebani masyarakat yang “dipaksa” beralih dari LPG tabung 3 kg.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji tak menampik fakta tersebut. Walakin, dia menyebut pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan HET untuk LPG nonsubsidi.
“LPG nonsubsidi enggak akan diatur karena itu sifatnya adalah business-to-business ya. Paling hanya bagaimana kita lihat dampaknya ke inflasi seperti apa,” katanya ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2023).
Tutuka menjelaskan harga LPG nonsubsidi bersifat fluktuatif mengikuti harga minyak mentah yang dalam hal ini adalah Indonesian Crude Price (ICP).
Bicara soal HET, kebijakan tersebut nyatanya tak efektif untuk mengatasi lonjakan harga. Contoh konkretnya adalah penetapan HET untuk LPG tabung 3 kg yang diatur lewat Peraturan Menteri ESDM No. 28/2021 tentang Perubahan Atas Permen ESDM No. 26/2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas.
Menurut Tutuka, di beberapa daerah masih banyak ditemukan penjualan LPG tabung 3 kg yang melampaui HET. Bahkan, ada yang harganya mencapai tiga kali lipat dari HET yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat mengacu pada Permen ESDM No. 26/2009.
“[Sampai ke masyarakat seringkali [harga LPG 3 Kg] di atas HET itu. Makanya, kami terbitkan juknis [petunjuk teknis] untuk menghitung HET agar bisa menjadi pedoman pemda-pemda itu. Di Kotawaringin itu [harga LPG 3 Kg] bisa Rp55.000, jauh sekali dari [HET sekitar] Rp18.000—Rp20.000. Itu kami kasih surat teguran,” ungkapnya.
(rez/wdh)