Logo Bloomberg Technoz

Pada tanggal 29 Juli 2004, berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  No. 07/Pdt.G/2004/PN.JKT.PST, CMNP memenangkan gugatan dan BBPN diminta untuk membayar ganti rugi senilai sertifikat NCD, yakni US$28 juta

Pengadilan menyatakan sertifikat-sertifikat NCD yang diterbitkan oleh Unibank adalah sah.  Selain itu pengadilan juga mengatakan perusahaan adalah pemilik yang sah dan karenanya berhak menerima pembayaran atas sertifikat-sertifikat NCD dan menyatakan BPPN telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan Perusahaan. Pengadilan juga menghukum BPPN untuk membayar ganti kerugian kepada Perusahaan berupa nilai nominal sertifikat-sertifikat NCD tersebut yang seluruhnya bernilai US$ 28.000.000.

Pada 28 April 2005, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui Surat Keputusan No.124/PDT/2005/PT. DKI menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.  Kemudian BPPN melakukan kasasi atas hasil keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ke Mahkamah Agung RI dan berhasil memenangkan kasasi tersebut

Pada 2007, CMNP mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap keputusan kasasi Mahkamah Agung  No. 413K/PDT/2006 tersebut. Sayangnya, Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang dilakukan Perusahaan.  

Meskipun sudah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, namun CMNP menyatakan terus akan melakukan upaya hukum lainnya berkenaan dengan hak tagih atas penempatan jangka panjang dalam bentuk NCD.

Sebelumnya, negara dihebohkan atas tagihan utang CMNP milik Jusuf Hamka senilai Rp800 miliar. Namun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih enggan untuk membayar tagihan Jusuf Hamka karena masih ada persoalan yang belum selesai, terutama terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
 
Menko Polhukam Mahfud MD merupakan sosok yang membela Jusuf Hamka dengan menyatakan pemerintah memiliki kewajiban utang kepada pengusaha jalan tol Jusuf Hamka yang belum terselesaikan. Hal itu ia ungkapkan usai bertemu Jusuf Hamka di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (13/6/2023) sore. 

Mahfud mengatakan dalam pertemuan tersebut, dirinya meminta penjelasan langsung dari Jusuf Hamka terkait perselisihan utang yang menyeret Kementerian Keuangan dan CMNP 20 tahun silam.

Bahkan Mahfud menyebut ini adalah mandat langsung dari Presiden Joko Widodo kepada dirinya sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI). "Karena saya resmi diminta Presiden menangani masalah utang negara terhadap pihak swasta dan masyarakat. Saya baru dengar intinya dan minta dokumen dan sebagainya. Kemudian saya juga akan konfirmasi ke Kemenkeu," kata Mahfud dalam konferensi pers, Selasa (13/6/2023).

CMNP merupakan perusahaan pemilik dan operator jalan tol yang dahulu dimiliki anak Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut. Pada perjalanannya Tutut melepas kepemilikan di CMNP dan kepemilikan berpindah tangan ke Jusuf Hamka yang dahulu merupakan anak buah Tutut.

Pada saat krisis 1998, pemerintah mengambil alih Bank Yakin Makmur atau Bank Yama yang juga debitur Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Bank Yama terafilisasi dengan CMNP karena juga dimiliki oleh Tutut pada saat itu. Utang yang dipersoalkan oleh Jusuf Hamka adalah penempatan dana CMNP di Bank Yama senilai Rp155 miliar yang ditahan negara karena masih ada kewajiban BLBI. Rinciannya deposito senilai Rp78,84 miliar dan giro Rp76,09 miliar.

Pada 2004, ketika Tutut tidak lagi tercatat mengendalikan CMNP, Jusuf Hamka melakukan gugatan hukum kepada Kemenkeu untuk mengembalikan deposito CMNP tersebut. Proses hukum tersebut berjalan terus hingga CMNP memenangkan pengadilan pada tingkat Peninjauan Kembali. 

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan sejak zaman dahulu, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tidak mau membayar deposito CMNP karena berpendapat ada afiliasi antara CMNP dan Bank Yama. Dahulu Tutut tercatat sebagai Dirut CMNP dan Komut Bank Yama sehingga tidak sesuai dengan KMK 179/2000 tentang penjaminan.

Selain itu, Yustinus menyatakan ada 3 perusahaan milik Tutut yang memiliki utang ke sindikasi bank. Bank bank tersebut juga mendapatkan kucuran BLBI dan menjadi pasien BPPN.

"Thd hak tagih negara ke 3 entitas yang berafiliasi dengan Ibu SHR, pemerintah terus melakukan upaya penagihan. Akselerasi terjadi sejak dibentuk Satgas BLBI, yang dikomandoi Pak Mahfud MD. Semoga dapat dituntaskan di era Presiden Jokowi ini," ujar Yustinus, Rabu (14/6/2023).

(dba/evs)

No more pages