Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan PP tersebut mengatur pengerukan pasir laut demi keperluan reklamasi di dalam negeri. Sebab, pasir laut yang digunakan untuk reklamasi di dalam negeri bukanlah hasil sedimentasi, tetapi mengeruk daratan di pesisir.
“Banyak sekali reklamasi itu kan sekarang. Bahannya dari mana, ini yang kami atur, jangan lagi seperti itu. Bahan reklamasinya harus dari bahan sedimentasi supaya tidak merusak lingkungan," ujarnya.
Namun dia menepis tudingan bahwa PP tersebut menjadi dasar untuk ekspor pasir laut ke Singapura Sebab, dalam beleid tersebut ekspor pasir laut baru akan dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi sepenuhnya. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c PP No.26/2023.
“Enggak ada lah ke situ, PP-nya itu kan ekspor apabila kebutuhan dalam negeri sudah dipenuhi, apabila sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Trenggono usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2023).
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku tidak tahu-menahu mengapa pemerintah memperbolehkan kembali ekspor pasir laut melalui PP No. No. 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Zulhas menentang ekspor pasir laut yang sempat dilarang selama dua dekade. Dia juga mengaku menjadi salah satu pihak yang mendukung pemerintahan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri melarang ekspor tersebut.
“Saya enggak tahu, saya ini paling menentang [ekspor pasir laut]. Waktu saya di sini [duduk sebagai anggota DPR RI] pada 2004, saya dan Mbak Mega [Megawati Soekarnoputri] melarang ekspor pasir laut. Sekarang kok bisa lagi, saya enggak paham,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (6/6/2023).
(dba)