Bloomberg Technoz, Jakarta - Perusahaan fashion-tech asal Singapura, Zilingo akan memasuki proses likuidasi. Menurut sumber, direksi Zilingo telah menunjuk EY Corporate Services Pte sebagai likuidator sementara (provisional liquidator). Keputusan likuidasi ini disampaikan kepada para pemegang saham utama dan kreditur. Direksi Zilingo namun menolak untuk berkomentar mengenai hal ini.
Sumber media mengatakan bahwa keputusan likuidasi ini terbentuk setelah kreditur Zilingo, Varde Partners dan Indies Capital Partner sudah menemukan pembeli untuk beberapa asetnya. Aset tersebut telah dialihkan kepada pemilik baru dengan harga pembelian yang dirahasiakan.
Dimulainya proses likuidasi ini memastikan akhir pertahanan Zilingo yang diterpa krisis sejak tahun lalu—mulai dari laporan penyimpangan keuangan perusahaan yang diberitakan pada Maret 2022, hingga berujung pada pemecatan pendiri dan CEO Zilingo, Ankiti Bose, pada Mei 2022.
Sebelumnya Bloomberg News melaporkan bahwa pada Juni 2022 dewan direksi sudah mulai mempertimbangkan beberapa jalan keluar untuk Zilingo termasuk likuidasi dan management buyout (MBO) yakni penjualan saham kepada manajemen) serta presentasi dari Deloitte LLP sebagai penasihat keuangan Zilingo untuk menjual aset perusahaan. MBO sendiri merupakan usulan dari Chief Technology & Product Officer Zilingo Dhruv Kapoor.
Sementara Bose masih berumur 23 tahun ketika ia mendirikan Zilingo bersama Kapoor pada tahun 2015. Ia mengatakan mendapatkan inspirasi membangun Zilingo dari kunjungannya ke Pasar Chatuchak, Thailand untuk menciptakan sebuah wadah online yang dapat memberdayakan ribuan UMKM di Asia Tenggara. Dalam perjalanannya membangun Zilingo, Bose dibantu oleh Shailendra Singh, Kepala Sequoia India yang bekerja bersama Bose sebelumnya di perusahaan modal ventura tersebut.
Zilingo telah mendapat banyak sorotan serta dukungan dari pemodal ternama dunia seperti Temasek Holdings Pte dan Sequoia Capital India. Valuasi Zilingo dikabarkan hampir mencapai US$ 1 miliar atau menyandang status unicorn pada tahun 2019.
Namun pandemi COVID-19 menyebabkan pendapatan Zilingo merosot dan memaksa perusahaan untuk melakukan pemecatan. Zilingo yang tadinya beroperasi di 8 negara dengan ratusan karyawan, kini hanya beroperasi di India, Indonesia, Sri Lanka, dan Bangladesh dengan total karyawan kurang dari 100 orang.
Pada 4 Agustus 2022, Bloomberg menerbitkan berita yang membahas kepemimpinan Bose serta rekap perjalanan Zilingo.
Berdasarkan wawancara tim Bloomberg dengan lebih dari 60 orang yang terdiri dari karyawan dan mantan karyawan, merchant, investor, serta sahabat dari tokoh kunci perusahaan, kepemimpinan Bose cukup menekan karyawan dan perusahaan.
Bose dikatakan sering memaksakan kekuasaannya dengan mengintimidasi karyawan. Menurut mantan staf Zilingo, Bose memperingatkan mereka bahwa mereka tidak akan memiliki kesempatan ke-dua di dunia startup karena Bose memiliki koneksi yang kuat. Ada juga yang mengatakan bahwa Bose merupakan seorang narsisis yang dapat mempermalukan staf, atau menjatuhkan orang lain demi menyelamatkan reputasinya sendiri.
Ia juga cukup gegabah dalam membelokkan strategi Zilingo demi mengejar sales tanpa kepastian. Pada 2019 misalnya, Zilingo mengalokasikan US$ 1 juta (Rp 14 miliar) untuk promosi ke Morocco yang akhirnya gagal, atau menghabiskan US$ 100 juta (Rp 1,4 triliun) untuk ambisi ekspansi ke AS yang hanya bertahan kurang dari setahun. Pada akhir 2019, dewan direksi Zilingo pun telah menghimbau Bose untuk tidak membakar terlalu banyak uang, dan ternyata Zilingo dikabarkan menghabiskan US$ 7 juta-US$ 8juta per bulan (Rp 105 miliar-Rp 120 miliar). Beberapa karyawan juga mengatakan bahwa Bose sempat terobsesi untuk menarik Masayoshi Son, pendiri SoftBank, sebagai investor Zilingo sayangnya tidak berhasil.
Hubungan Bose dengan Singh, yang tadinya mendukung kuat Bose pun, akhirnya memburuk seiring dengan krisis yang menimpa Zilingo. Singh kehilangan kepercayaan terhadap kepemimpinan dan manajemen Bose, sementara Bose menganggap ia menjadi kambing hitam dan Singh berusaha mengeluarkannya dari perusahaannya sendiri.
Ada pula kejanggalan pada gaji Bose dan angka pendapatan perusahaan. Pertama, Bose diketahui mengambil gaji bulanannya sebesar S$ 50 ribu (Rp 570 juta)—jauh dari yang tertera pada kontrak kerjanya di 2017 sebesar S$ 8.500 (Rp 97 juta). Sementara untuk pendapatan perusahaan 2021, Zilingo diketahui memberikan tiga nominal berbeda pada beberapa pihak luar: US$190 juta (Rp2,8 triliun), US$ 164 juta (Rp 2,5 triliun), dan US$ 140 juta (Rp 2,1 triliun). Padahal menurut dokumen lain yang dibagikan kepada calon investor lain, net revenue Zilingo tertulis hanya sebesar US$ 40 juta (Rp 600 miliar).
Krisis yang menimpa Zilingo juga kembali menyorot budaya tata kelola perusahaan yang lemah yang sudah sering terjadi di dunia startup. Zilingo tidak mengajukan laporan keuangan tahunannya selama dua tahun (terakhir), dan sampai Agustus 2022, KPMG LLP sebagai auditornya pun belum menandatangani hasil laporan keuangan 2020.
(mar/ezr)