Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat meluncurkan Satgas BLBI pada Juni 2021 sempat menyinggung soal beban keuangan pemerintah akibat BLBI.
“Jadi saat itu pemerintah memang melakukan bailout, yang sampai saat ini pemerintah harus membayar biaya tersebut,” kata Sri Mulyani.
Dikutip dari Laporan Bank Indonesia, beban itu muncul pada tahun 2003 lalu. Saat itu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait dengan penyelesaian BLBI. Salah satu instrumen penyelesaiannya adalah penerbitan obligasi negara dengan nomor seri SRBI-01.
SRBI-01 diterbitkan sebagai pengganti SUP Nomor SU-001/MK/1998 dan Nomor SU-003/MK/1999. Nilai nominal SRBI-01 adalah senilai Rp144,5 triliun, yang semula jatuh tempo pada tahun 2023.
Adapun sampai dengan akhir tahun lalu, BI mencatat pemerintah telah melakukan pembayaran angsuran pokok SRBI-01 dari sisa surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah.
SRBI01 tersebut awalnya memiliki pokok utang sebesar Rp144,5 triliun ketika diterbitkan pada 2003. Utang pokok itu sebagian telah dilunasi dari dana surplus keuangan BI.
Berikutnya, seri SU002 Rp 8,29 triliun yang diterbitkan pada 23 Oktober 1998 akan jatuh tempo pada 1 April 2025. Lalu, seri SU004 dengan nilai Rp 24,19 triliun, diterbitkan pada 28 Mei 1999 dan akan jatuh tempo pada 1 Desember 2025. Serta seri SU007 dengan nilai Rp 21,02 triliun, diterbitkan pada 1 Januari 2006 dan jatuh tempo pada 1 Agustus 2025.
Revisi SKB
Pada 31 Juli 2012, ada penandatanganan revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2003 oleh Gubernur BI, Menteri Keuangan, dan Menteri Koordinator Perekonomian.
Revisi SKB itu memuat restrukturisasi Obligasi Negara Seri SRBI-01/MK/2003 dari semula pembayaran sekaligus (bullet payment) pada saat jatuh tempo tahun 2033 dengan sistem self-liquidating, menjadi pembayaran dengan metode cicilan (amortized) dengan jatuh tempo tahun 2043.
Perubahan penyelesaian BLBI ini kemudian berimbas pada sejumlah butir kesepakatan antara pemerintah dan BI. Pertama, SRBI-01 mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003, dan jatuh tempo pada tanggal 1 Agustus 2043.
Kedua, SRBI-01 dikenakan bunga tahunan sebesar 0,1% dari sisa pokok, yang dibayar oleh Pemerintah setiap enam bulan sekali, yaitu pada bulan Februari dan Agustus.
Ketiga, pokok SRBI-01 dibayar setiap tanggal 1 Februari dan 1 Agustus setiap tahunnya sehingga angsuran terakhir jatuh tempo dan dibayar pada tanggal 1 Agustus 2043. Pembayaran angsuran pokok dilakukan secara tunai atau dari surplus Bank Indonesia yang menjadi bagian pemerintah.
Keempat, seri obligasi penjamninan pemberian BLBI tersebut memiliki bunga 0,01% per tahun, lebih rendah dari bunga obligasi pemerintah pada umumnya dan tidak diperdagangkan.
Untuk mengurangi atau mengompensasi utang tersebut, akhirnya pemerintah memburu para obligor atau debitur yang terindikasi menjadi penerima BLBI. Pemerintah meminta para obligor dari bank yang mendapat BLBI mengembalikan utangnya.
Total aset BLBI yang harus dikejar negara sebesar Rp110,45 triliun. Sri Mulyani pun meminta Satgas BLBI untuk terus menagih seluruh utang atau setidaknya mencapai target 50% sebelum berakhirnya masa tugas Satgas BLBI pada Desember 2023.
(evs)