Bank itu kemudian tertimpa krisis moneter tahun 1998 dan telah dilikuidiasi oleh pemerintah. Kemudian, pemerintah merilis BLBI yang ditujukan kepada bank agar bisa membayar kepada para deposannya.
Namun pemerintah menilai Bank Yama dan CMNP sama-sama dimiliki oleh Siti Hardiyanti Rukmana, anak mantan Presiden Soeharto. Dengan adanya hubungan afiliasi antara bank dan perusahaan CMNP, maka ketentuan atas deposito CMNP tidak mendapatkan penjaminan pemerintah.
Tidak terima dengan keputusan tersebut, CMNP mengajukan gugatan untuk tetap memperoleh pengembalian deposito. Gugatan CMNP dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) dan mendapatkan putusan yang menghukum Menteri Keuangan untuk mengembalikan deposito tersebut.
Dalam putusan MA tanggal 15 Januari 2015, mewajibkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan membayar deposito berjangka senilai Rp78,84 miliar dan giro Rp76,09 juta kepada CMNP.
Beleid itu juga memutuskan pemerintah untuk membayar denda 2% setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP, hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut. Dengan demikian, jika dihitung pokok utang senilai Rp176 miliar, total dana yang ditagihkan Jusuf kepada pemerintah selama 25 tahun terakhir diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Utang tersebut pun diakui oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Mereka berjanji akan membayar. Namun sempat terjadi lobi melobi antara Jusuf dengan Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro.
Jusuf dipanggil Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indra Surya. Pemerintah mengakui utang tersebut dan berjanji akan membayar.
Dalam perjalanannya Kemenkeu meminta diskon. Seharusnya utang beserta bunganya Rp400 miliar pada 2016 atau 2017, tetapi pemerintah hanya bersedia membayar Rp170 miliar. Utang dibayar dua minggu setelah kesepakatan.
Namun, Jusuf Hamka mengatakan DJKN selalu sulit dihubungi. Dalihnya, mereka sedang memverifikasi hal itu di Kemenko Polhukam.
"Waktu itu menterinya [menteri keuangan] Bambang Brodjonegoro kalau gak salah, 2016 atau 2017. Disuruh buat kesepakatan. Pemerintah minta diskon, tercapailah angka Rp170 miliar. Ya sudahlah saya pikir asal duitnya balik saja, tanda tangan perjanjian," ucap Jusuf.
Adapun kesepakatan utang pemerintah dan Jusuf Hamka juga tertuang dalam amandemen berita acara kesepakatan jumlah pembayaran, berkop Surat Kementerian Keuangan dengan pelaksanaan putusan hukum Perkara Nomor 137/Pdt.G/2004/PN.Jkt.Sel.jo.No.128/Pdt/2005/PT.DKI.jo.No.1616 K/pdt/2006 jo No.564 PK/Pdt/2007 atas nama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk Nomor:004/BA/inkracht/2016.
Mengutip dari amendemen berita kesepakatan jumlah pembayaran berkop Surat Kementerian Keuangan tersebut, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung pada 15 Januari 2010, pemerintah melalui Kemenkeu, untuk membayar dana atau uang milik penggugat, dalam hal ini Jusuf Hamka, melalui kuasa hukum Citra Marga Nusaphala Persada yaitu Indrawan Sumantri dan Teuku Syahrul Ansari.
"Kita sudah menang di tingkat Mahkamah Agung (MA), itu persidangan yang tinggi. Hakim sudah memutuskan. Katanya hakim itu wakil Tuhan di bumi. Seharusnya ya dihormati," kata Jusuf Hamka kepada Bloomberg Technoz.
Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku masih membutuhkan waktu untuk mempelajari tuntutan tersebut. Lebih lanjut, kata dia, Satgas BLBI di bawah arahan Menkopolhukam Mahfud MD masih memiliki jumlah tagihan yang cukup signifikan terhadap pihak-pihak yang terafiliasi dengan keluarga Cendana, termasuk Bank Yama.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI), Rionald Silaban mengklaim tiga perusahaan di bawah CMNP tercatat masih memiliki utang terhadap negara yang nominalnya mencapai ratusan miliar.
Menkopolhukam Mahfud MD mengklaim telah memerintahkan Menkeu Sri Mulyani untuk membayar utang Pemerintah ke bos jalan tol itu.
(evs/wep)