Menurut Agus, jika pelaku industri sanggup melihat valuasi dari industri hilir bauksit, dengan sendirinya investasi penghiliran di sektor tersebut akan terkerek.
Untuk itu, dia pun mendorong pelaku industri pengguna bauksit dan logam kritis lainnya untuk merelokasi pabrikan mereka agar lebih dekat dengan sumber bahan baku mineralnya. Dalam kaitan itu, Agus mengatakan pemerintah juga menyiapkan insentif bagi perusahaan asing pengguna bauksit yang mau memindahkan basis produksinya ke Indonesia.
“Dengan demikian, ada advantage [keuntungan] bagi mereka. Logistiknya juga lebih baik. Kami petakan kok soal itu. Offtaker bauksit siapa saja yang paling besar, nanti kami berikan insentif agar mereka mau pindah ke Indonesia agar dekat dengan bahan baku,” tutur Agus.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya menyebut pemerintah siap menerima segala konsekuensi akibat dari pelarangan ekspor bauksit setengah jadi mulai bulan ini.
“Mudah-mudahan enggak ada [komplain atau penolakan], ngerti dong negara buyer. Masak kita disuruh jual barang mentah batu-batuan begitu. Kalau nanti digugat ya kita gugat lagi,” katanya ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2023).
Arifin menegaskan pelarangan ekspor bauksit setengah jadi sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No.3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba).
Kementerian ESDM tidak menampik bahwa, saat pelarangan ekspor diberlakukan mulai, akan terjadi pengurangan pendapatan negara dan kehilangan kesempatan kerja di pertambangan.
Namun, dari fasilitas pemurnian yang telah beroperasi, terdapat nilai tambah bijih bauksit sebesar US$1,9 miliar, sehingga pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih sebesar US$1,5 miliar dan lapangan pekerjaan untuk 7.627 orang.
Ekspor konsentrat bauksit per Februari 2023 mencapai 1,10 juta ton (US$28,58 juta). Sepanjang 2022, realisasinya mencapai 14,29 juta ton (US$595,73 juta), sedangkan 2021 sebanyak 23,20 juta ton (US$654,59 juta), 2020 sejumlah 22,76 juta ton (US$530,04 juta), dan 2019 sebesar 16,11 juta ton (US$410,06 juta).
Menurut catatan Kementerian ESDM, terdapat risiko pengurangan ekspor bauksit pada 2023 sampai dengan ± 8,09 juta ton atau setara dengan ± US$288,52 juta. Pada 2024, terdapat bauksit yang tidak diserap dalam negeri sebesar ± 13,86 juta ton atau setara dengan nilai ekspor ± US$494,6 juta.
Adapun, akibat pelarangan tersebut penurunan penerimaan negara dari royalti bauksit diperkirakan mencapai senilai US$49,6 juta. Sementara itu, tenaga kerja sebanyak 1.019 orang untuk kegiatan produksi maupun penjualan berpotensi tidak dapat bekerja.
Namun, dengan terdapatnya empat smelter eksisting, pemerintah memperhitungkan terdapat peningkatan nilai tambah dari penghiliran bauksit sebesar US$1,9 miliar untuk ekspor dan 8.646 orang untuk serapan tenaga kerja.
(wdh)