Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, menilai keyakinan konsumen yang membaik tersebut tidak lepas dari perkembangan harga yang secara umum terkendali. Bahkan pada saat momentum Ramadan-Idul Fitri, inflasi relatif ‘jinak’.
“Ini karena lebaran bertepatan dengan puncak panen. Pasokan bahan makanan memadai sehingga kenaikan harga menjadi terbatas,” sebut Faisal.
Pada Mei 2023, laju inflasi domestik kian melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadi inflasi 0,09% pada Mei 2023 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih rendah dibandingkan April 2023 yang sebesar 0,33% mtm sekaligus jadi yang terendah sejak Oktober 2022.
Sementara dibandingkan Mei 2022 (year-on-year/yoy), inflasi tercatat 4%. Juga melambat dibandingkan laju bulan sebelumnya yang 4,33% yoy sekaligus jadi yang terendah sejak Mei 2022.
Lalu inflasi inti pada Mei 2023 adalah 0,06% mtm. Lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang 0,25% dan menjadi yang terendah sejak Juli 2023.
Secara tahunan, inflasi inti pada Mei 2023 berada di 2,66%. Lebih rendah dibandingkan April 2023 yang 2,83% dan menjadi yang terendah sejak Maret 2022.
Masyarakat Kurangi Menabung
Akan tetapi, data yang dirilis BI hari ini juga perlu disikapi dengan kewaspadaan. Pada Mei 2023, BI melaporkan porsi penghasilan konsumen yang digunakan untuk berbelanja (average propensity to consume) adalah 75,4%. Hanya naik sedikit dibandingkan bulan sebelumnya yang 75,2%, atau bisa dibilang stagnan.
Namun porsi penghasilan yang ditabung (saving to income ratio) merosot cukup dalam. Pada Mei 2023, rasionya adalah 15,7% sedangkan bulan sebelumnya 16,4%.
Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menegaskan bahwa inflasi umum memang mereda. Namun inflasi pangan malah mengganas.
“Penurunan harga pangan usai lebaran tidak bertahan lama. Pada Mei, rata-rata harga 10 bahan pangan pokok naik 1,2% sejak awal tahun,” sebut Satria.
Harga beras, lanjut Satria, sekarang sudah lebih mahal ketimbang sebelum Idul Fitri. Sejak awal tahun, harga beras sudah naik lebih dari 6%. Ke depan, harga beras masih bisa naik lagi setidaknya sampai Juli-Agustus yaitu musim panen selanjutnya.
“Ini bisa berdampak negatif terhadap daya beli konsumen,” tuturnya.
Inflasi yang rendah, tambah Satria, lebih karena inflasi inti yang melandai. Ini merupakan sinyal pelemahan daya beli.
“Bulan lalu, terjadi penurunan harga sewa rumah, mobil, air minum dalam kemasan, pakaian, alas kaki, dan upah asisten rumah tangga,” katanya.
Simpanan di Bank Berkurang
Kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok tersebut dibarengi dengan penurunan pendapatan konsumen yang ditabung. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, tren penurunan nilai simpanan berlangsung di semua tiering.
Pada Maret lalu, rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta, tercatat turun paling besar mencapai 3,1%, setara Rp31 triliun, dibanding posisi akhir 2022, yaitu dari sebesar Rp1.020 triliun menjadi Rp989 triliun.
Begitu juga simpanan dengan nilai saldo antara Rp100 juta sampai Rp200 juta juga tergerus 2,3%, disusul penurunan nilai simpanan di rekening bersaldo jumbo di atas Rp5 miliar yang anjlok Rp99 triliun dibanding Desember 2022.
Penurunan nilai simpanan masyarakat di bank bisa dibaca dalam dua skenario. Skenario pertama, penurunan nilai simpanan sebagai cerminan masyarakat mulai giat berbelanja atau mencairkan simpanan untuk membiayai ekspansi usaha.
Skenario kedua, penurunan nilai simpanan menjadi indikasi semakin banyak masyarakat yang mencairkan duitnya di bank untuk menambal kebutuhan hidup sehari-hari. Itu pertanda kurang baik, masyarakat mulai mantab alias makan tabungan.
- Dengan bantuan Ruisa Khoriyah -
(aji)