Logo Bloomberg Technoz

Dia mengklaim, audit BPKP tersebut akan menjadi dasar kebijakan pemerintah dalam memastikan kelengkapan armada kereta pada PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). Audit tersebut akan mempertegas pilihan pemerintah apakah melakukan impor kereta bekas, melakukan peremajaan, atau membeli kereta baru.

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo sebelumnya menyebut biaya impor kereta bekas cenderung murah. Impor juga dinilainya lebih solutif dalam menjawab kebutuhan penggantian unit KRL pada 2023—2024.

Didiek menyebut biaya pembelian kereta bekas mencapai sekitar Rp1,6 miliar per gerbong. Dengan demikian untuk satu rangkaian kereta atau trainset berisi 10 gerbong dibutuhkan seitar Rp16 miliar. Sebuah rangkaian kereta impor bekas bisa digunakan untuk operasional selama 15 tahun.

Menurutnya, kemampuan finansial KCI juga lebih cocok untuk skema pembelian kereta bekas. Dalam dua tahun tersebut, KCI membutuhkan 29 rangkaian yang masing-masing memiliki 10—12 gerbong.

Untuk membeli kereta baru, jelas Didiek, KCI butuh merogoh kas hingga Rp20 miliar per gerbong, atau sekitar Rp200 miliar per rangkaian. Dengan asumsi tersebut, artinya biaya pengadaan 29 rangkaian kereta bekas hanya mencapai Rp 464 miliar; sedangkan kereta baru Rp5,8 triliun.

Dalam rapat di DPR akhir Maret, Didiek menyebut KAI dan KCI tidak memiliki keuangan yang cukup besar untuk membeli kereta dalam jumlah besar dan mahal dalam waktu dekat. Sebagai badan usaha milik negara (BUMN), keduanya mendapat sejumlah penugasan yang juga membutuhkan dana.

Selain itu, operasional KCI juga sudah dipatok hanya bisa mendapat keuntungan 10% dari pemberian public service obligation (PSO).

"Soal keamanan, saya pastikan bertanggung jawab. Kalau kereta itu tak bisa memastikan keselamatan penumpang, pasti saya larang untuk digunakan," ujar Didiek.

Dia juga mengatakan, perwakilan KCI bersama tim audit BPKP sudah bertandang ke Jepang untuk memeriksa calon kereta yang akan dibeli KCI. 

(wdh)

No more pages