Deklarasi darurat oleh Presiden Joe Biden memberikan wewenang eksekutif yang luas, termasuk memblokir ekspor minyak mentah dan menempatkan batasan lain pada bahan bakar fosil. Biden mempertimbangkan langkah tersebut - yang juga akan memungkinkannya untuk mengalihkan dana untuk mendorong pembangunan energi bersih.
Para aktivis progresif menuntut Biden menerbitkan status itu karena ada lebih dari 100 juta orang yang terdampak dari kualitas udara karena kebakaran hutan. Kejadian itu juga mengancam penerbangan dan membuat orang-orang memilih untuk menutup mulut mereka atau tetap berada di dalam rumah.
“Saya harap rekan-rekan saya di Washington menghirup udara segar dan akhirnya sadar akan kenyataan bahwa jika kita tidak bertindak dengan berani untuk mengatasi perubahan iklim, kita tidak akan menyisakan banyak hal pada planet ini untuk generasi mendatang,” tulis senator Bernie Sanders dalam akun Twitter pribadinya.
Menurut Jeffery Rupert, direktur Kantor Kebakaran Hutan dan Lahan Departemen Dalam Negeri AS, perubahan iklim memainkan "peran besar" dalam kebakaran hutan yang terjadi di seluruh benua. Hal ini disampaikannya saat memberikan kesaksian di hadapan panel Senat pada Kamis (26/7/2022).
Iklim yang lebih kering dan lebih panas menghasilkan kelembaban yang lebih rendah dan sering kali menyebabkan kondisi ekstrem yang dapat menghasilkan kebakaran besar, katanya.
"Kota New York terlihat seperti terbakar, anak-anak tersedak udara kotor, dan AQI (Air Quality Index)merupakan ancaman kesehatan yang serius yang setara dengan menghirup asap rokok," ujar Varshini Prakash, direktur eksekutif kelompok aktivis Sunrise Movement, dalam sebuah pernyataan. "Kita berada dalam keadaan darurat iklim, dan tidak masuk akal jika pemerintah kita tidak bertindak."
(bbn)