“Para elit melihat kebuntuan: mereka takut menjadi kambing hitam untuk perang yang tidak ada artinya,” kata Kirill Rogov, mantan penasihat pemerintah Rusia yang meninggalkan negara tersebut setelah invasi, dan saat ini mengepalai Re:Russia, sebuah wadah pemikir yang berbasis di Wina.
“Sungguh mengejutkan bagaimana gagasan yang tersebar di kalangan elit Rusia adalah peluang bahwa Putin tidak akan memenangkan perang ini.”
Tumbuhnya keputusasaan tersebut kemungkinan akan membuat garis keras nasionalis dan Kemeterian Pertahanan Rusia saling menyalahkan. Khususnya perihal tanggung jawab dalam goyahnya invasi yang telah menimbulkan pepecahan publik di antara keduanya.
Dengan Kremlin yang menghadapi serangan balasan Ukraina -dengan didukung oleh miliaran senjata dari AS dan Eropa- para pejabat Rusia memasang ekspektasi rendah terkait kemajuan signifikan di medan perang. Apalagi setelah musim dingin lalu pasukan Moskow hanya membuat sedikit kemajuan namun banyak korban berjatuhan.
Bobolnya bendungan raksasa di Ukraina, di mana pemerintah Kyiv menyalahkan Rusia atas insiden tersebut, makin memperumit konfik saat banjir besar menyapu sejumlah bagian zona konflik. Mengenai bencana tersebut, Rusia menegaskan tidak bertanggung jawab.
Serangan di dalam Rusia menambah rasa tidak aman, termasuk aksi drone terbesar pekan lalu yang menargetkan Moskow sejak perang dimulai. Pertempuran telah menyebar ke wilayah Belgorod, titik perbatasan dengan Ukraina, menantang citra Putin sebagai penjamin keamanan Rusia.
Bahkan beberapa orang yang mendukung invasi dan ingin mengintensifkan perang melawan Ukraina menjadi ragu dengan prospek Rusia. Sebelumnya diyakini harusnya berakhir hanya dalam beberapa hari, namun kini sudah memasuki bulan ke-16.
Nasionalis yang dipimpin Yevgeny Prigozhin, pendiri kelompok tentara bayaran Wagner, marah kepada Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan panglima militer Rusia Valery Gerasimov atas kegagalan militer. Mereka mendesak mobilisasi skala penuh dan darurat militer untuk mencegah kekalahan yang berpotensi bencana.
“Ada banyak kesalahan besar,” kata Sergei Markov, konsultan politik yang memiliki hubungan dekat dengan Kremlin. “Sudah lama ada harapan bahwa Rusia akan menguasai sebagian besar Ukraina, namun harapan tersebut tidak terwujud.”
Putin dan pejabat tinggi lainnya bersikeras bahwa Rusia akan menang, walaupun tidak lagi jelas apa yang bisa disebut sebagai kemenangan setelah tentaranya gagal merebut Kyiv di awal perang. Namun, tidak ada yang bisa menentang kepemimpinannya.
Sebagian besar elit Rusia tetap menundukkan kepala dan melanjutkan pekerjaan, karena yakin mereka tidak akan bisa mempengaruhi apapun, berdasarkan empat orang yang tahu situasi tersebut.
Putin tidak menunjukkan indikasi untuk mengakhiri perang, kata lima orang dalam kelompok tersebut.
Media milik pemerintah menyebarkan pesan bahwa Rusia sedang melakukan perang proksi di Ukraina melawan Amerika Serikat (AS) dan sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO), walaupun Putin juga yang memulai invasi tanpa alasan pada Februari 2022.
Kremlin telah memberlakukan represi paling keras dalam bebrapa dekade, dengan menghukum perbedaan pendapat yang ringan, sekalipun dengan hukuman penjara.
Kelas menengah Rusia yang menentang pemerintahan Putin di kota-kota besar dalam dekade terakhir telah dibungkam, atau telah melarikan diri ke negara lain. Ini sekaligus menjadi gelombang emigrasi terbesar sejak 1990-an pasca runtuhnya Uni Soviet.
Sejauh ini, jajak pendapat menunjukkan sebagian besar warga Rusia terus memberikan dukungan pada Putin, yang memadukan nostalgia era Soviet dengan masa lalu, kekaisaran Rusia, untuk menegaskan bahwa ia membela kepentingan negara. Maksud dari itu semua, merebut kembali tanah bersejarah dengan mengambil wilayah timur dan selatan Ukraina.
Namun, kekhawatiran mungkin meningkat lagi setelah sempat melonjak pada musim gugur lalu saat Putin mengumumkan rancangan 300.000 tentara cadangan. Sebuah survei yang dilakukan pada 19-21 Mei 2023 terhadap 1.500 orang Rusia oleh perusahaan jajak pendapat FOM menemukan bahwa 53% menganggap keluarga dan teman mereka sedang dilanda kecemasan, yang melonjak 11 poin presentase sejak April 2023 dan menjadikannya tertinggi dalam hampir empat bulan.
Prigozhin mengunjungi kota-kota di Rusia pekan lalu untuk memperingatkan soal perang “sulit”, yang mungkin berlangsung bertahun-tahun. Ia seraya menganjurkan darurat militer dan mobilisasi penuh.
Ia mengatakan dalam sebuah wawancara bulan lalu bahwa Rusia mempertaruhkan revolusi yang serupa dengan yang pernah terjadi pada 1917 karena adaya perpecahan antara elit Kremlin dan warga Rusia biasa yang anak-anaknya “kembali di dalam peti mati” dari Ukraina.
Partai Rusia Bersatu yang berkuasa memulai penyelidikan setelah anggota parlemen senior Duma Negara, Konstantin Zatulin, mengatakan di sebuah forum bahwa invasitersebut tidak mencapai tujuan yang dinyatakan, dilaporkan oleh Vedomosti pada Senin (05/06/2023).
“Mari kita keluar dari sini, entah bagaimana caranya,” kata Zatulin.
Konstantin Malofeev, seorang nasionalis Ortodoks Rusia pendukung Putin, ingin Rusia terus berjuang karena “negara Ukraina harus lenyap.” Dia menolak setiap pembicaraan tentang gencatan senjata meskipun berkata banyak elit penguasa termasuk “sejumlah besar” pebisnis akan mendukung inisiatif perdamaian dari China untuk melakukan gencatan senjata.
“Mereka mengatakan mendukung operasi militer khusus, tetapi kenyataannya mereka menentangnya,” kata Malofeev, seorang konglomerat yang juga mensponsori pasukan sukarelawan yang bertempur di Ukraina. “Dalam enam bulan, kami jelas-jelas akan unggul dalam produksi amunisi dan peluru. Dan kami siap untuk menyerang.”
Yang pasti, Rusia masih memiliki sumber daya yang sangat besar untuk berperang. Pasukannya dikerahkan di garis depan di bagian timur dan selatan Ukraina, dan pertahan udara Ukraina tetap sibuk. Rudal dan pesawat tak berawak Rusia terus menghujani negara tersebut selama sebulan terakhir.
Ukraina telah mengesampingkan resolusi konflik yang membuat Rusia menduduki salah satu wilayahnya, karena mulai melepaskan serangan balasan yang telah disiapkan berbulan-bulan.
“Sudah waktunya mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita,” kata Panglima Tertinggi Ukraina Valeriy Zaluzhnyi dalam sebuah postingan di Telegram pada 27 Mei 2023.
Dengan tidak tampaknya akhir dari pertempuran, para pejabat Rusia dan taipan tahu bahwa mereka menghadapi potensi isolasi internasional selama bertahun-tahun, dan ketergantungan yang semakin dalam pada Kremlin. Terlebih ketika Putin mendorong bisnis untuk mendukung upaya perang dan melarang orang-orang di sekitarnya meninggalkan jabatan mereka.
Mereka dan keluarga masing-masing telah terkena pembekuan aset dan larangan bepergian di bawah hukuman AS dan Eropa. Hal ini membuat ekonomi Rusia menjadi salah satu yang paling terkena sanksi di dunia, menjungkirbalikkan dekade integrasi ke pasar global.
“Para pejabat telah beradaptasi dengan situasi, tetapi tidak ada yang melihat titik cerahnya. Mereka pesimis tentang masa depan,” kata Alexandra Prokopenko, mantan jurnalis Rusia dan penasihat bank sentral, yang sekarang menjadi sarjana non-residen di Carnegie Russia Eurasia Center yang berbasis di Berlin.
“Hal terbaik yang mereka harapkan adalah Rusia akan kalah tanpa rasa malu.”
(bbn)