Bloomberg News
Bloomberg - Di tengah panas terik yang menyebabkan peningkatan penggunaan listrik karena kipas angin dan pendingin udara (AC) yang terus dinyalakan, harga batu baru China tak pernah semurah ini selama lebih dari dua tahun belakangan, dan bahkan masih bisa menjadi lebih murah lagi.
Harga batu bara turun menjadi 772 yuan (Rp1,6 juta) per ton di pelabuhan Qinhuangdou, angka terendah sejak April 2021. Angka pasokan terbaru menunjukkan produksi dalam negeri berjalan hampir 5% lebih cepat dari tahun lalu, sementara impor meningkat sebanyak 90%. Indikator-indikator, dari persediaan yang meningkat hingga kontraksi dalam aktivitas manufaktur, menunjukkan permintaan yang memburuk karena pemulihan ekonomi China yang terhenti.
Benchmark bisa mencapai 600 yuan per ton pada Juli, menurut China Coal Transport and Distribution Association, karena bahan bakar yang menumpuk di tambang setelah pembangkit listrik kehabisan ruang penyimpanan. Asosiasi tersebut mengharapkan total pasokan naik 9% tahun ini, jauh melampaui pertumbuhan permintaan.
Yang bisa mengubah dinamika tersebut adalah cuaca. Sebagian besar warga negara tahun ini menggunakan AC lebih awal daripada tahun-tahun sebelumnya, dan menggunakan jaringan listrik yang dialiri oleh batu bara untuk mengatasi cuaca panas.

Sehingga, semua mata saat ini tertuju pada termostat negara, sementara pasar masih bisa terpental sebelum berada dalam posisi rendah jika kondisi memburuk, kata Zhang Yupeng, seorang analis di asosiasi tersebut, dalam pengarahan pada Rabu (07/06/2023). Namun secara keseimbangan, harga diprediksi akan turun.
“Jika penggunaan listrik tidak menguat melampaui ekspektasi di bulan Juni, maka pembangkit akan membuang persediaan dan harga akan jatuh,” katanya.
Permintaan batu bara bisa semakin melemah jika perkiraan hujan di bulan Juni, khususnya di kawasan barat daya yang kaya akan tenaga air, mengangkat pasokan sumber energi bersih utama di China.
Impor, di sisi lain, terus menekan produksi dalam negeri karena batu bara luar lebih murah dan lebih baik. China yang terburu-buru dalam memproduksi lebih banyak bahan bakarnya sendiri telah mempengaruhi kualitas, dan sejumlah invetaris pembangkit listrik mengalami penurunan nilai pemanasan sebesar 6% menjadi 7%, kata Zhang.
Fengkuang Coal Logistics memperkirakan impor di bulan Juni tidak akan kurang dari 38 juta ton, dua kali lipat dari tahun lalu. Meskipun cuaca panas telah mengangkat sentimen, “situasi pasar belum membaik secara fundamental.” Sebagian besar karena banyaknya volume batu bara yang masuk ke China, kata perusahaan riset tersebut dalam sebuah catatan.
Strategi Beijing untuk menambah pasokan bahan bakar andalannya diharapkan akan membuahkan hasil, dan bisa menghindari kekurangan daya seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun karena cuaca ekstrem sekarang semakin umum, semakin sedikit kebijakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi gerah tanpa harus membakar lebih banyak batu bara yang tak ramah iklim.
(bbn)